Cover Cetakan Pertama
|
Cover Cetakan Ke-14
|
Cover Cetakan Ke-16
|
Judul :
Test Pack
Penulis :
Ninit Yunita
Editor :
FX Rudy Gunawan
Penerbit :
GagasMedia
Tahun terbit : 2013 (cetakan keenam belas)
ISBN :
979-3600-96-9
Tebal :
xiv + 202 hlm
Ukuran :
13 x 19 cm
Harga normal : Rp 39.500,-
Blurb
SEBAGIAN dari kita
mungkin ada yang mencintai seseorang karena keadaan sesaat. Karena dia baik,
karena dia pintar, even karena dia
kaya. Tidak pernah terpikir apa jadinya, kalau dia mendadak jahat, mendadak
tidak sepintar dahulu, atau mendadak miskin.
Will
you still love them, then?
That’s
why you need commitment.
Don’t
love someone because of what/ how/ who they are.
From
now on, start loving someone,
because
you want to.
****
Test pack diterbitkan
pertama kali pada tahun 2005 dan telah diadaptasi menjadi film pada tahun 2012.
Novel dengan genre chicklit romance atau tepatnya masuk dalam sub-genre
domestic drama ini adalah karya kedua Ninit setelah “Kok Putusin Gue” yang
diterbitkan pada tahun 2004 oleh penerbit yang sama dan juga telah diadaptasi
menjadi film pada tahun 2015 yang lalu.
Test pack menceritakan
tentang perjuangan pasangan suami-isteri, Rahmat Natadiningrat dan Arista
Natadiningrat dalam mengarungi bahtera rumah tangga untuk mencari makna
pernikahan yang sesungguhnya.
Pertanyaan pertama yang keluar dari
mulur Riska.
Bukan apa kabar.
Bukan berapa gelar yang berjajar di
belakang namanya.
Not
whether she colleccts diamond or not.
Not
whether her bag is the real Prada or the fake one.
She
didn’t ask me anything else but,
“Anakmu sudah berapa, Ta?”
-halaman 25-
Arista atau biasa
dipanggil Tata sangat sensitif jika membahas hal yang berkaitan tentang anak.
Usia pernikahannya sudah berumur lebih dari tujuh tahun, tapi belum pernah ada
tanda-tanda bahwa ia hamil. Bahkan semenjak dua tahun terakhir, Tata selalu melakukan
tes kehamilan pribadi lebih dari sekali dalam sebulan hingga tanpa sadar test pack menjadi semacam barang koleksi.
Dari harga termurah sampai harga termahal atau dari yang bentuknya biasa saja
sampai yang berbentuk lucu sudah Tata punya. Hanya tinggal test pack bergaris dua yang belum bisa ia miliki.
Dengan dukungan dari
sang suami, berbagai cara telah mereka coba. Mulai dari banyak makan tauge,
mengurangi kebiasaan merokok, mengganti kebiasaan minum kopi dengan mint tea, hingga melakukan posisi sujud
setelah proses penyerbukan dan lain sebagainya. Sayangnya belum ada yang
berhasil.
Hingga akhirnya mereka
memberanikan diri untuk meminta bantuan ahli medis. Ketakutan mereka menjadi
nyata. Rasa cinta yang dulu membuat mereka memutuskan untuk menikah mulai
diuji. Beberapa kesalahpahaman juga ikut memperkeruh keadaan. Pada titik inilah
peran komitmen benar-benar dibutuhkan.
****
Sosok Tata digambarkan
sebagai seorang pengacara yang sering menangani kasus perceraian. Menginjak
usia ke-32 tahun, keinginannya untuk segera memberikan keturunan kepada
suaminnya semakin besar.
Gua sayang banget sama Kakang. That’s why i want to give him a baby.
-halaman 5-
Persiapan Tata untuk
menjadi seorang ibu sangat luar biasa. Buku-buka tentang kehamilan sering ia
baca, musik-musik klasik yang dipercaya mampu meningkatkan kinerja otak bayi
telah lengkap ia koleksi, bahkan beberapa atribut untuk buah hati telah ia
siapkan dalam sebuh kamar khusus tanpa sepengetahuan suaminya. Akhirnya, lambat
laun keinginan itu berubah menjadi obsesi yang membuatnya tertekan, sedih bahkan
stress. Rahmat yang tidak tega
melihat isterinya menangis setiap kali menonton film dokumentasi tentang
kehamilan berusaha terlihat tidak terlalu peduli jika isterinya belum kunjung
hamil. Sering kali ia menyampaikan kepada Tata bahwa memiliki anak bukanlah
prioritasnya.
I
know how much you love me. You don’t have to get pregnant to say it.
-halaman 83-
Sayang, hal ini justru ditangkap negatif
oleh Tata.
Doesn’t
he want a baby from me?
-halaman 54-
Rahmat sendiri
merupakan seorang dosen sekaligus psikolog yang berupaya menyelamatkan rumah
tangga para kliennya. Usia Rahmat sebaya dengan Tata. Meski begitu karena
terbiasa memberikan solusi kepada kliennya, Rahmat cenderung lebih dewasa dalam
menyikapi setiap permasalahan rumah tangga. Rahmat nyaris menjadi sosok suami
yang terlalu sempurna untuk menjadi nyata. Untungnya penulis tidak lupa
menjadikannya lebih manusiawi dengan memberi beberapa kelemahan. Salah satunya
ketika ia tidak berani jujur kepada Tata yang mengakibatkan Tata merasa
dikhianati.
Selain karena pemberian
sifat positif dan negatif, detail terkait agama, hobi, kebiasaan, masa lalu dan
sebagainya membuat karakter terasa hidup. Penulis berhasil menjadikannya
sebagai elemen penguat menuju konflik cerita.
****
Test pack menggunakan
alur maju dengan sudut pandang orang pertama pelaku utama secara bergantian per
bab antara sudut pandang Tata dan sudut pandang Rahmat. Meski keduanya
sama-sama menggunakan campur kode antara bahasa Indonesia (baik bahasa baku
maupun bahasa gaul) , Sunda dan Inggris, tetapi sangat mudah untuk
membedakannya. Hal ini karena penulis memakai kata ‘gua’ untuk sudut pandang
Tata, sedangkan untuk sudut pandang Rahmat penulis memakai kata ‘gue’ dan hal
ini konsisten dari awal sampai akhir.
Penggunaan ketiga
bahasa ini rasanya juga sesuai dengan tingkat pendidikan, bidang studi,
lingkungan kerja yang metropolis serta lingkungan tempat tinggal yang berada di
daerah Bekasi. Kelemahannya, bagi yang kurang menguasai bahasa Sunda dan
Inggris terpaksa harus menerka-nerka atau mencari artinya di kamus karena hanya
tersedia satu catatan kaki berupa terjemahan dari dialog dalam bahasa Sunda,
sisanya tebak sendiri.
****
Ini kali pertama saya
membaca karya Ninit Yunita. Meski endingnya bisa ditebak, tetapi saya puas
dengan caranya mengeksekusi cerita. Tidak ada bagian yang keluar dari benang
merah cerita. Bahasanya ringan dan mengena. Penyampaian lewat tulisan Tata
(semacam diary), kutipan lagu maupun
pesan email mampu menambah warna cerita. Pilihan untuk tidak menyertakan daftar
isi dan langsung menyuguhkan bab demi bab dengan judul dan sub-judul yang unik
juga menjadi daya tarik tersendiri.
Chemistry dua tokoh
utamanya bikin geregetan. Pembahasan mengenai interaksi yang sering dianggap
tabu untuk dibahas berhasil Ninit sampaikan secara kocak sekaligus bermartabat
yang mengingatkan kita akan pelajaran biologi semasa sekolah. Beragam humor
yang bertebaran sanggup memaksa pembaca khususnya saya untuk menyunggingkan
senyum. Berikut contoh humor yang tersaji dalam cerita:
Ketika Tata menyarankan
mengadopsi anak untuk pancingan agar cepat hamil, Rahmat menanggapinya dengan
pernyataan yang cukup unik.
“Pancingan? We’re talking about starting a family here, Neng. Not fishing.”
-halaman
9-
Atau ketika Juki,
sahabat Rahmat bertanya bagaimana jika Tata benar-benar infertile yang kemudian dijawab Rahmat yang intinya ia akan memilih
untuk mempertahankan isterinya. Juki melingkarkan lengannya ke bahu Rahmat dan
Rahmat berkomentar lewat sudut pandang orang pertama pelaku utama.
And...
For
your information, we weren’t a gay coyple.
-halaman 62-
Selain dari kisah Tata
dan Rahmat, ada pula adegan terkait keluarga yang tak kalah menyentuh atau
lebih tepatnya memukul logika para tulang punggung keluarga yaitu ketika Rahmat
mempertanyakan permasalahan Bapak Sutoyo yang tidak pernah punya waktu untuk
keluarga karena disibukkan dengan rutinitas kerja hingga anaknya yang bernama
Hendro akhirnya memilih nge-drugs.
“Apakah menurut Bapak, isteri dan
anak Bapak punya tuntutan tinggi sehingga Bapak harus bekerja begitu keras?”
-halaman 30-
Kelemahan novel ini sendiri
selain yang sempat saya singgung terkait ending yang mudah ditebak atau pemakaian
bahasa, yaitu adanya dialog yang tidak berhasil saya pahami pada baris ke-6
hingga ke-7 halaman 61:
“Yah, enak nggak enak lah. Eh Ki,
lu masih punya rokok? Sorry yang gue
abis nih.”
Kata ‘yang’ pada
kalimat terakhir menjadi rancu apakah
merupakan sebuah kata penghubung atau mengacu pada penyebutan sesuatu. Mungkin akan lebih baik jika diganti dengan kata 'milik'.
Untuk keseluruhan, saya
memberikan empat bintang untuk novel ini dan sangat merekomendasikan untuk yang
mau menikah ataupun yang sudah menikah serta untuk calon ayah dan calon ibu.
Akan ada banyak pelajaran yang bisa diambil tanpa kita merasa diceramahi atau
digurui. Happy reading!