Kamis, 21 November 2019

Review Clair: Sang Penyadap Memori



Judul: Clair
Penulis: Ary Nilandari
Editor: Triana Rahmawati
Ilustrator: Ruikurokai
Desain Cover: Resoluzy
Penerbit: Mahaka Publishing
Cetakan: ke-1, September 2019
Tebal: iv + 366 hlm
Rate: U15+

***

-Blurb-

CLAIR
The Death that Brings Us Closer

Seorang gadis clairtangent.
Sesosok kenangan yang dihidupkan.
Seorang pemuda yang luput dari kematian.
Dan sebuah janji untuk saling menjaga.

Rhea Rafanda, siswi kelas 12, memiliki kemampuan clairtangency. Ia dapat membaca kenangan melalui sentuhan. Dengan bakatnya, ia membantu polisi memecahkan kasus-kasus buntu dan diberi nama kode, Clair. Tapi, Kenangan tentang kekerasan dan kematian dapat menyakiti fisik bahkan memblokir memori Rhea. Itu sebabnya, Rhea dijauhkan dari kasus-kasus traumatis.

Saat kasus kematian Aidan Narayana mengemuka, Rhea melanggar larangan dan melibatkan diri. Tidak mungkin kakak kelas yang ia kagumi dan menjadi inta pertamanya itu bunuh diri. Rhea pun menghidupkan sosok kenangan Aidan untuk menemukan petunjuk. Bagaimana kalau ternyata Aidan meninggalkan pesan-pesan tak terduga untuknya? Bagaimana kalau memorinya sendiri yang terpendam malah tergali?

Seolah belum cukup rumit, muncul laki-laki misterius membayangi Rhea dan sahabat-sahabat Aidan. Demi mengungkapkan kebenaran dan melindungi orang-orang terkasih. Rhea harus mengerahkan clairtangency melebihi batas.

***


Ada kalanya, perintang bisa kamu dobrak dengan badanmu. Jalan terbuka, tapi kamu dan orang di sekitarmu bisa terluka. Sebelum kamu lakukan itu, cobalah memanjat atau memutarinya. Mungkin sulit dan lebih jauh, tapi kamu akan sampai di baliknya dengan selamat. Hlm 93.

Kembali lagi ke semesta Darmawangsa. Kalau kalian sudah membaca buku-buku teenlit Kak Ary, kalian akan menemui banyak karyanya yang mengambil setting sekolah swasta elite tersebut :).

Kayaknya nggak akan habis bahan buat explore murid-murid luar biasa yang ada di sana. 'Luar biasa' yang kumaksud mengacu pada kuatnya tiap karakter yang selalu bisa Kak Ary tampilkan. Seakan kalimat 'setiap orang adalah tokoh utama dalam hidupnya' bukanlah isapan jempol belaka. Beliau menunjukkan hal tersebut lewat karya-karyanya.

Kemampuan psikometri milik Clair sebenarnya bukan sesuatu yang terlalu unik untuk ukuran cerita fiksi. Sudah ada beberapa novel/komik/anime/drama yang mengangkat kemampuan serupa. Beberapa bergenre fantasi atau distopia seperti Twilight (Stephani Meyer), Touche (Windhy Puspitadewi), dan anime Charlotte. Ada juga yang sama-sama bergenre realis seperti drakor He is Psychometric. Yang terakhir ini yang paling mirip untuk kemampuan dan cara kerjanya.


Tapi tenang aja, novel ini jauh dari kata mirip dengan pendahulu-pendahulunya. Ceritanya fresh dengan cara yang menyenangkan. Terlebih, nuansa buku lokalnya jauh lebih terasa. Ini bukan buku lokal yang memaksa kebarat-baratan meski beberapa tokohnya punya darah campuran. Mungkin lebih tepat kalau aku menyebutnya dengan cerita lokal yang berkelas. Sekalipun kebanyakan tokohnya adalah orang-orang ‘mampu’, tapi percayalah mereka tidak membuat kita merasa terdiskriminasi, berbeda dunia, atau sejenisnya.

Rhea dengan kondisi otak yang tidak biasa, harus rela berpuas diri dengan bakatnya yang bisa membantu kepolisian menolong orang lain (meski secara rahasia dan hati-hati demi keselamatannya sendiri). Sementara itu di mata teman-teman sepermainannya, ia lebih sering dianggap aneh dengan sikap berjarak dan sarung tangan pink yang setia bertengger membalut kulit pucatnya. Membuat dia lebih sering dijauhi dan menjauhkan diri dari lingkungan sosialnya.

Aku, Rhea Rafanda, Clair. Mengumpulkan banyak kenangan orang lain. Melupakan kenanganku sendiri. Memimpikan peristiwa yang dialami orang lain. Memblokir pengalamanku sendiri. Dengan cermat melacak sejarah orang lain. Sigap melompati lini masaku sendiri. Hlm 103.

Aidan dan Shin yang kelihatannya selalu jadi sosok unggulan yang sempurna jadi tokoh utama juga aslinya punya beban dan masalahnya sendiri. I love both of them!

Kehadiran Kei dan River juga mampu menjaga arus cerita berada di wilayah cerita remaja dengan sejumlah perasaan hangat, kenangan, dan kentalnya nilai persahabatan yang mereka junjung di tengah-tengah kasus yang tidak hanya misterius, tetapi juga membahayakan nyawa.

Sementara itu, beberapa sosok dewasa seperti Bang El dan Iptu Fang, membuat stereotip ‘orang dewasa dalam cerita remaja hanyalah sosok pendamping dan pengamat’ menjadi luntur. Nyatanya, kedua tokoh dewasa itu bisa membaur dan bekerja sama dengan baik dalam hubungan horizontal yang jauh dari kesan berjarak.

Yang jelas chemistry semua tokohnya saling melengkapi dan semakin membuat cerita ini terasa nyata dan hidup!

Seperti biasa pula, gaya bahasa Kak Ary yang menyenangkan selalu membuat kita ketagihan untuk terus membaca. Novel-novel Kak Ary bukan bergenre komedi, tapi humornya jelas berhasil mengocok perut. Setidaknya, pasti bikin senyum-senyum lah ya, hehe.


Ini bukan fiksi, bukan cerita detektif yang kamu baca sambil menebak-nebak endingnya. Kamu bukan cerita yang bakal dilupakan karena move on ke buku lain. Hlm 306.

Sejauh ini dari ketiga karya penulis yang sudah kubaca, Clair jadi cerita terbaik! Lebih banyak teka-teki, lebih banyak karakter loveable, juga kali ini disertai perpaduan emosi turun-naik berimbang dengan pergantian yang begitu cepat sehingga tidak membiarkan pembaca berlarut-larut hanya dalam satu suasana hati.

Nangis kemudian ketawa, atau ketawa kemudian nangis, udah jadi hal yang biasa. Jadi saranku terima saja kalau kamu diberi tatapan aneh pas baca buku ini. Kalau enggak, bisa pinjamkan buku ini ke orang yang sebelumnya menatapmu aneh setelah kamu selesai baca, supaya dia percaya, kamu nggak gila ;).

Lastly, puas baca ini! Nggak sabar nunggu karya penulis selanjutnya :D.

Now, can you let me go? Hlm 308.

Rabu, 02 Oktober 2019

Merasakan Euforia PON (Pekan Olahraga Nasional) Cabang Anggar Bersama "Voice from The Past" karya Eva Sri Rahayu



Blurb
Inka melamar menjadi Liaison Officer cabang olahraga anggar di Pekan Olahraga Nasional. Tanpa tahu sedikit pun mengenai olahraga tersebut. Ia tertarik karena job-nya sebagai influencer dan lifestyle blogger sedang sepi. Sebagai mahasiswi nanggung yang sedang menunggu wisuda, ia merasa tidak pantas jika masih meminta uang kepada orangtuanya.

Di pagelaran tersebut, Inka bertemu Rey, atlet anggar dari kontingen yang ia tangani. Saat pelan-pelan Rey yang tengil membuka diri, Inka merasa hubungan mereka kian dekat. Namun, justru saat itulah Faris muncul. Cowok yang selalu menghampiri pikiran dan hati Inka selama dua tahun belakangan itu tiba-tiba saja menyatakan perasaan yang sebenarnya.

Di tengah kehebohan pertandingan anggar, Inka harus memutuskan siapa yang bisa memenangkan hatinya.
***

Anggar? God! Kenapa aku harus terlibat dengan senjatadari zaman Sebelum Masehi itu? Hlm 10.

Suka sama pilihan karakter Inka sebagai tokoh utama sekaligus yang mendominasi sudut pandang cerita. Itu membuat pembaca yang tidak berkecimpung di dunia olahraga pun merasa bisa dekat dengan ceritanya.

Sosok Inka juga hadir secara unik. Bukan pada visual nyentrik atau sejenisnya, melainkan bagaimana penulis kadang menghadirkannya sebagai peran utama, second lead, bahkan comeo dengan segala perpaduan sifat plus-minusnya. Membuat karakter tersebut makin realistis.

Aku bukan tipe manja, jelas dong, tapi tetap saja kakiku shock dan histeris karena mendadak jalan kaki terus-menerus bareng atlet. Hlm 265.

Dia wanita yang ceria, strong, dan penuh ‘dedikasi’ (setidaknya untuk beberapa situasi, hehe) terhadap passion-nya. Nantinya kita akan tahu bagaimana kesibukan Inka sebagai LO PON untuk pertama kalinya dan kesehariannya sebagai influencer sekaligus lifestyle blogger yang mana semua itu menggiringnya untuk berinteraksi dengan atlet tengil bernama Rey.

Suka banget sama interaksi keduanya! Nggak ada adegan sweet yang terkesan menye-menye. Romansa keduanya justru lebih banyak yang berujung kekonyolan. Applause buat pelajaran flirting ala Coach Inka. Selamat menghadapi senjata makan tuan ya Sis, wkwkwk.

Pelajaran kedua, jangan terlalu sering ngerayu. Cowok dingin lebih bikin penasaran tahu. Hlm 55.

Tapi nggak seru kan kalau ngomongin cinta-cintaan tanpa rival? Nah, supaya makin seru sebagaimana setting cerita yang berada di tengah-tengah pertandingan, kisah cintanya juga punya bumbu ‘persaingan’ meski tidak bertatap muka secara langsung.

Ada sosok  Faris, yang membuat Inka gagal move on dan jadi pakar stalker mantan selama dua tahun terakhir, serta Kartika, mantan Rey yang canti, berprestasi, baik hati, dan nyaris sempurna, bikin siapa pun yang sempat menaruh minat ke Rey jadi minder berat (termasuk aku, hahaha).

Seandainya aku bisa menjalin hubungan lagi, aku tidak mau membagi hati setengah-setengah. Akan kupastikan dulu, perasaanku bisa bermigrasi total. Hlm 118.


Dan yang patut kamu tahu, novel ini nggak cuma fokus ke romance-nya aja. Setting pertandingan PON cabang anggar di sini nggak sekadar tempelan. Banyak banget konflik yang digali dari sana. Favoritku tetep hubungan ‘teman tapi lawan’ antara Rey dan Prabu. Terharu sama perjuangan keduanya.

What are you fighting for? Hlm 180.

Salah satu nuansa yang paling membekas dari nivel ini. Euforia pertandingan PON cabang anggarnya kerasa banget terutama menuju final. Rasanya seakan-akan kita ikut terlibat di sana bersama Inka, Rey, dan kawan-kawan kontingen lainnya. Cara Kak Eva menggambarkan jalannya pertandingan anggar udah mirip komentator profesional. Sangat mudah untuk dibayangkan meski banyak istilah anggar yang intens.

Hari ini, terjadi banyak keajaiban. Keajaiban dari landasan. Hlm 224.

Aku juga sangat mengapresiasi dengan kehadiran EnsikopedINKA, kumpulan catatan suka-suka milik Inka yang membuatku sedikit banyak memahami aturan dasar anggar tanpa merasa bosan karena penjelasannya masih sebelas dua belas dengan gaya bercerita Inka yang biasanya. Mengalir dan menyenangkan.

Untuk kekurangan novel ini, mungkin aku hanya mengharapkan bagian konflik antara Inka dan Erza sedikit diperdalam (diberi porsi lebih) lagi. Agak disayangkan gara-gara side story ini, respekku kepada Inka sempat hilang. Habis si Erza kesannya terlalu bersih dan terlalu menyedihkan jika diperlakukan sedemikian oleh Inka. Hiks, sebel!

Tapi secara keseluruhan, novel ini seru buat dibaca! Perkembangan alurnya dipupuk dengan baik dan penulis dengan lihai menyematkan pemantik-pemantik untuk terus menggiring rasa penasaran pembaca agar mengikuti ceritanya sampai selesai dan diakhiri dengan ending yang cukup bikin speechless. Jadi nggak pingin say sayonara sama novel ini.

Buat kalian yang suka olahraga/sweet romance, kalian yang ingin tahu serunya PON atau ingin berkenalan dengan dunia anggar tanpa ingin terintimidasi dengan keterangan-keterangan rumit dari buku panduan, aku sangat merekomendasikan cerita ini untuk disambangi.

Terima kasih sudah menyimak sampai akhir. See you!



Judul: Voice from The Past
Penulis: Eva Sri Rahayu
Penyunting: Christie Putri Wardhani
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: ke-1 (2019)
Tebal: 280 hlm.
Harga P. Jawa: Rp79.000,-

Minggu, 22 September 2019

Review While The Light Last (Selagi Hari Terang)



Harga diri memang efektif untuk menutupi perasaan kita—tapi tidak menghilangkan perasaan itu sendiri. Hlm 12-13.

Meski berlabel novel (yang tertera di sampul belakang), buku ini lebih cocok jika kusebut sebagai kumpulan cerpen. Ada ya 9 cerita dalam berbagai tema. Ini dia pendapatku!

Rumah Impian 2,5 ❤
Aku nggak yakin pesan apa yang ingin disampaikan cerpen ini. Aku hanya mampu menangkap pada tahapan di mana kegilaan saat itu jadi aib yang mengerikan. *Jadi inget penelitiannya Foucault tentang kegilaan dan pendisiplinan.

Sang Aktris 4 
Trik dan dramatikal dalam cerita ini cuku menarik. Salah satu karakter wanita yang digambarkan punya ‘power’, berbeda dengan kebanyakan tokoh wanita dalam kumcer ini.

Tepi Jurang 3 
Ini ceritanya agak ngeselin sebenarnya. Karakter utamanya berubah jadi dark di akhir cerita. Aku tidak terlalu suka ketika gadis desa digambaran semacam ini. Cuma masalah selera sih, tapi ceritanya juga nggak wow-wow banget.

Petualangan Puding Natal 3,8 
Cerita ini menjadi awal perkenalanku dengan Poirot. Nggak ada yang cukup spesial sebenarnya. Mungkin karena sedari awal aku punya ekspektasi tinggi sama tokoh yang punya banyak penggemarnya ini. Yah, mungkin karena akhirnya aku jadi membanding-bandingkannya dengan Sherlock maupun Langdon, jadi ya cuma merasa “akhirnya nemu yang vibe-nya cerita detektif”, karena tiga cerpen sebelumnya bukan.

Dewa yang Kesepian 3 
Hmm, baca sendiri aja deh!

Untuk apa memperoleh seluruh dunia bila kamu kehilangan jiwamu? Hlm 213-214.

Manx Gold 5 
Aku suka kisah di balik pembuatan cerita ini. Cara penceritaannya juga seru dan memikat. Lebih banyak ketegangan, teka-teki, dan rencana. Salah satu cerpen terbaik di kumcer ini.

Di Balik Dinding 4 
Aku lumayan suka ide ceritanya. Dua tokoh wanita yang digambarkan bertolak belakang juga menciptakan keseimbangangan dalam cerita ini. Bagaimana rupa dari objek lukisan-lukisan yang diceritakan juga dapat ditangkap dengan baik oleh pembaca melalui komentar dan deskripsi para tokoh dalam cerita. Penjelasannya terasa hidup.

Misteri Peti Baghdad 5 
Cerita Poirot yang lain. Di sini ada Hastings juga, jadi chemistry Poirot lebih terpancar. Pembuka dan eksekusi ceritanya juga jauh lebih menarik daripada kasus puding natal. Jadi aku putuskan akan tetap mencoba berkenalan dengan karya Agatha Christie yang lainnya.

Selagi Hari Terang 3,5 
Keserakahan wanita yang akhirnya membuat ia kehilangan untuk yang kedua kalinya. Huh, kenapa tokoh-tokoh wanita yang diciptakan Agatha banyak yang menyedihkan ya. Meski judul cerpen ini dijadikan judul buku, tapi aku tidak tahu pasti alasannya. Munginkah karena diksinya yang bias tafsir dan tidak terkesan personal? Atau mungkin karena pesan sebenarnya ada dalam awal permasalahan. P-E-R-A-N-G.

Selagi hari terang terang aku akan selalu ingat, dan setelah hari gelap aku takkan pernah lupa. Hlm 224.


Judul: While The Light Last (Selagi Hari Terang)
Penulis: Agatha Christie
Alih bahasa: Tanti Lesmana
Penyelaras Aksara: Midya N. Santi
Cetakan: ke-5 (Juli 2018)
Tebal: 232 hlm
Usia: 17+
Harga: Rp 48.000 (P. Jawa)

Jumat, 20 September 2019

Pengumuman Pemenang Giveaway “Dance of The Butterfly”



Halo semua, maaf sudah lama menunggu. Sebenarnya aku selesai pilih pemenangnya sejak beberapa hari lalu, tapi karena kesibukan dan beberapa kendala yang tidak bisa kuhindari maka baru sekarang aku sempat membuat pengumuman ini. Tapi karena belum melewati batas waktu yang kujanjikan, jadi tidak apa-apa kan? Hehehe.

Aku sempat bingung pilih pemenangnya karena jawaban kalian bagus-bagus. Terima kasih ya sudah mau ikut meramaikan giveway di blog-ku. Aku sangat menghargai itu dan kuharap kita bisa saling menyapa kembali di lain kesempatan. Kuharap jawaban-jawaban kalian juga bisa membantu siapa pun yang mampir ke blog-ku agar mereka bisa mengatasi rasa rendah diri ataupun terinspirasi untuk membantu teman-teman lainnya di luar sana agar bisa mengatasi rasa rendah diri mereka.

Oke, langsung saja, ini dia jawaban yang terpilih sebagai pemenang:

Cara mengatasi rendah diri versi aku; cintai diri sendiri. Kenali dan kembangkan potensi terbesar dalam diri. Lihatlah diri sendiri dengan cara yang berbeda, banggalah pada apa yang sudah dimiliki (/dicapai*).

Dan ini tidak sama dengan narsisme.

*tambahan tafsir dari x4bidden.

Selamat kepada Nazila (IG: nazila.rizqi)!
Silakan kirim biodata lengkap kamu untuk keperluan pengiriman hadiah berupa: nama lengkap, alamat, kode pos, dan nomor ponsel yang bisa dihubungi ke IG-ku ya (x4bidden.books). Terima kasih.

Untuk teman-teman lain yang belum beruntung di pemberhentian booktour ini, masih ada kesempatan yang bisa kalian perjuangkan. Silakan mampir ke alamat blog di bawah ini.

23-29 September: http://www.deehati.com/

Senin, 09 September 2019

Review + Giveaway Dance of The Butterfly karya Ratu Kristina




Judul: Dance of The Butterfly
Penulis: Ratu Kristina
Penyunting: Athena
Penerbit: Laksana (Imprint DIVA Press)
Tahun: 2019
Tebal: 268 hlm.

BLURB:
Nama dia Rambo. Tapi jangan bayangkan dia berotot seperti dalam film Hollywood. Nasibnya pun  tidak seberuntung Rambo dalam film yang dipuja-puja banyak orang. Dia adalah pemuda kurus berusia 16 tahun yang dibenci ibunya dan dijauhi teman-teman sekolahnya. Hobinya mengkhayal tentang gadis cinta pertamanya bernama Akasia.

Pertemuannya dengan seorang pria misterius bernama Chris saat Rambo mengalami kecelakaan di Lembang rupanya menjadi pembuka dari satu demi satu rahasia hidupnya, termasuk asal-usul nama Rambo, nasib hubungan persahabatannya dengan Isac, perasaan cintanya kepada Akasia, hingga alasan kebencian sang ibu yang tumbuh semenjak Rambo terlahir ke dunia.

Semua itu bukan karena namanya yang aneh maupun wajahnya yang menjijikkan. Semua itu karena....


REVIEW:


“Berhenti mengeluh, menyalahkan diri kamu sendiri, membanding-bandingkan diri kamu dengan orang lain. Jadikan kelebihan orang lain sebagai inspirasi, bukan alasan supaya kamu bisa terus rendah diri  apalagi iri.” Halaman 129.

Pernah mengalami rasa rendah diri yang berlebihan? Melalui tokoh Rambo, novel ini akan menunjukkan betapa rasa rendah diri yang berlebihan sama bahayanya dengan rasa percaya diri yang berlebihan. Intinya sih, yang berlebihan itu lebih sering membawa keburukan.

Tapi tidak hanya yang negatif-negatif saja yang melekat pada sosok Rambo. Salah satu yang kusukai dari tokoh ini adalah ketulusannya dalam mencintai wanita impiannya.

Aku yakin, tidak perlu jatuh cinta pada Akasia untuk bisa melihat kalau ia cantik. Tapi aku lebih yakin, aku tidak akan peduli seberapa pun cantiknya dia kalau aku tidak mencintainya. Halaman 12.

Meski gaya bahasa novelnya terbilang mendayu-dayu sebagaimana hati Rambo yang yang selalu berbunga-bunga tiap kali berkesempatan melihat senyum Akasia, novel ini tidak hanya membahas soal cinta. Ada masalah persahabatan, keluarga, serta pencarian passion yang semakin menambah kompleksitas ceritanya.

Dalam masalah persahabatan, Rambo menjadi sosok yang ansos semenjak mendengar bisik-bisikan teman-teman sekolahnya. Dipicu kejadian itu dan masalah lain yang datang hampir bersamaan, ia jadi meragukan ketulusan dari satu-satunya sahabat yang ia punya. Membuat persahabatan mereka tak lagi sama.

Di dalam keluarganya, ia juga merasa tidak pernah diterima menjadi bagian dari itu semua. Ibunya tidak pernah menyukainya dan ayah tirinya tidak pernah memperlakukannya secara layak. Ia begitu tersiksa hingga pernah memutuskan untuk kabur dari rumah. Dalam pelariannya yang berakhir nahas, ia bertemu sosok penyelamat yang misterius bernama Chris.

Satu per satu masalahnya menemukan jalan penyelesaian dan dunianya terasa menjadi hal yang layak dihuni, terutama karena Rambo berhasil memasuki lingkaran pergaulan Akasia dan kini ia juga memiliki Chris sebagai temannya. Tapi, benarkah Chris adalah sosok penyelamat dan bukannya yang sebaliknya?

Nah, jawabannya bisa kalian temukan setelah membaca keseluruhan ceritanya. Teka-teki akan secara perlahan disingkap meski kecepatan singkapan di akhir cerita menjadi yang paling intens. Melihat pahit-manisnya kehidupan bersama remaja yang hobi mengkhayal, si pesimis Rambo.

Dulu aku berpikir, kalau aku mencintaimu karena mata bulatmu yang cemerlang, bibir merahmu yang menawan, atau pipi halusmu yang kemerahan. Tetapi, saat mata bulatmu yang cemerlang menjadi redup dan sayu, saat bibir merahmu yang menawan memucat dan mengeriput, dan pipi halusmu yang yang kemerahan menurus—saat semua kecantikan fisik yang kamu miliki tidak menjadi milikmu lagi—aku masih mencintaimu,... Halaman  246.

Pada akhirnya kebenaran atas semua hal yang menimpa Rambo cukup terjelaskan di akhir cerita. Yang mungkin masih kusayangkan yakni, penjelasn Isac tidak cukup menjelaskan mengenai apa yang terjadi di gimnasium, juga apa yang terjadi pada Akasia terbilang tiba-tiba. Sedikit tambahan clue mungkin akan semakin membuat cerita ini lebih gereget. Tapi untuk keseluruhan, ini cerita bernutrisi yang mengajak kita memandang sesuatu dari segala hal agar tidak terjebak pada prasangka.


GIVEAWAY:


Untuk mengikuti giveway-nya, kalian perlu:
  1. Follow twitter @Laksana_Fiction, IG @laksana_fiction, atau like FB “Fiksi Laksana” (wajib)
  2. Follow blog ini atau instagram @x4bidden.books (opsional)
  3. Membagikan info giveaway ini di salah satu media sosial kalian (wajib)
  4. Pada kolom komentar blog ini, cantumkan nama, tempat/link kalian mengunggah info giveaway ini, dan jawaban “Bagaimana cara kalian mengatasi rasa rendah diri?’
Akan dipilih satu pemenang yang berhak mendapatkan satu eksemplar novel “Dance of The Butterfly” karya Ratu Kristina yang dikirim langsung dari penerbit. Giveaway berlangusng selama tujuh hari (9-15 September 2019) dan akan berlanjut di blog-blog yang tercantum pada banner. Pengumuman pemenang paling lambat tanggal 22 September dan akan diumumkan di blog ini.

Senin, 02 September 2019

Review Film “Ready or Not”



Halo! Belum lama ini aku menonton film horor-thriller yang keren di bioskop pada hari perdananya tayang di Indonesia. Film itu membuatku ingin terus membahasnya dan rasa menggebu untuk merekomendasikannya pada orang lain begitu bergemuruh. So, here we are.


Kusisipkan sinopsis film yang kuambil dari Cinema XXI:
Ready or Not adalah kisah seorang pengantin muda (Samara Weaving) ketika ia bergabung dengan keluarga besar suami barunya (Mark O’Brien) yang kaya dan eksentrik (Henry Czerny, Andie MacDowell, Adam Brody, Melanie Scrofano) dalam tradisi keluarga yang berubah menjadi permainan mematikan dengan semua orang berjuang untuk bertahan hidup.

Penyajian Cerita
Sejak awal, premis ceritanya sudah sangat memikat sehingga ekspektasiku cukup tinggi. Dan benar saja, film ini memang mengagumkan! Serasa naik roll coaster tanpa sabuk pengaman. MENDEBARKAN tapi nagih. Kita bisa ketakutan sekaligus terbahak-bahak di saat yang bersamaan. Beberapa scene juga menampilkan visualisasi indah (tapi masih pada jalur) yang mana sangat jarang bisa ditemui dalam genre sejenis. Dengan kata lain, sinematografinya jempolan. Film 17+ ini mengandung unsur gore (dan kata-kata kasar) yang tidak berlebihan sehingga tidak membuat jijik, itu lebih mendekati realistis. Bahkan perubahan kostum pemeran utama akibat situasi yang dialaminya disorot dengan amat baik.


Yang luar biasa, sama sekali tak ada bagian yang membosankan. Penulis dan sutradara tahu betul menempatkan humor-serius di sela-sela bagian menegangkan dan mengerikan dengan porsi yang tepat sehingga tidak merusak teror yang dibangun. Sedikit unsur mistis yang sudah ditabur sejak awal dan menjadi kunci cerita juga hadir secara halus sehingga eksekusi endingnya memuaskan bagiku (tingkat ketertrimaan ini mungkin akan berbeda bagi sebagian orang). Aku menyukai film ini sebagaimana menyukai seri Final Destination (khususnya film pertama sampai ketiga). Film-film yang demikian membuatku semakin mensyukuri hidupku yang biasa-biasa saja ini.

Musik
Poin plus lain yang tidak boleh dilewatkan adalah penataan suara. Selain berhasil mendukung suasana tiap adegannya hadir secara maksimal, musik yang ikut mendukung film ini juga hadir secara khas. Salah satu favoritku adalah lagu yang diputar saat permainan hide and seek (petak umpet). Itu kok lagu pas banget sama vibe filmnya, lucu tapi ya nyeremin juga, terutama bagi penonton yang memang sejak awal tahu arahnya ke mana, beda sama tokoh utamanya yang awalnya masih (kelewat) ‘polos’.

Karakter Favorit
Sekalipun bolak-balik dari menyukai dan tidak menyukai karakter Daniel, pada akhirnya jelas karakter ini menjadi yang amat paling kusukai. Dia bukan orang yang benar-benar baik, tapi dia sadar akan hal itu dan tidak membiarkan dirinya tetap jadi orang berengsek. Itulah yang membuatnya jadi semakin berharga. Karakter lain yang kusuka tak lain adalah pasangan suami-istri Fitch dan Charity. Keduanya rada-rada bikin kesel tapi juga bikin ngakak, terutama si Mbak Charity yang tingkat kesintingannya minta dibogem. Terakhir tentu saja sang protagonis Grace. Uh, malang sekali nasib malam pertamamu Mbak, sini dedek peluk. Wkwkwk. Sebenarnya semua antagonis di sini tidak benar-benar buruk mengingat apa yang mereka yakini dan perjuangkan (kecuali si pelayan pria yang ingin kuterikkan, “GO TO HELL!”), tapi tetap saja itu bukan pilihan yang patut dicontoh.


Saat ini filmnya masih tayang di bioskop, jadi jika kalian tertarik setelah membaca ulasan ini, sempatkanlah waktu untuk menonton langsung di bioskop dan dapatkan ketegangan yang lebih memuaskan. Selamat menahan napas dan selamat mengumpat sepuas-puasnya! Hahahaha.

Oh iya, jika masih ingin bertanya-tanya, silakan tinggalkan komentar. Nanti akan saya jawab dengan senang hati.