Judul: The Fiil-in Boyfriend
Penulis: Kasie West
Penerjemah: Orinthia Lee
Penyunting: Selsa Chintya
Penyelaras Akasara: Titish A.K.
Desain Sampul: Chyntia Yanetha
Penata Sampul: @teguhra
Penerbit: Penerbit Spring
Terbit: Cetakan ke-1, Juli 2017
Halaman: 348 halaman
ISBN: 978-602-60443-7-2
Blurb:
Saat pacar Gia,
Bradley, memutuskan hubungan dengannya di tempat parkir prom, Gia harus berfikir cepat. Dia harus mencari pengganti Bredley
karena harus membuktikan kepada teman-temannya bahwa Bradley memang nyata.
Jadi, saat dia melihat seorang cowok keren yang sedang mengantar adiknya, Gia
memohon bantuan cowok itu. Tugas cowok itu sederhana, menjadi pacar palsu Gia ̶
selama dua jam, tanpa komitmen, dan beberapa kebohongan kecil. Setelah itu, Gia
bisa mencari cara untuk mendapatkan Bradley kembali.
Masalahnya, setelah prom, yang dipikirkan Gia bukanlah
Bradley asli, tapi Bradley Palsu. Cowok yang bahkan namanya tidak dia ketahui.
Apa Gia bisa menemukan Bradley Palsu? Jika memang mereka akhirnya bisa bertemu,
apa yang harus Gia katakan?
****
Dicap sebagai pembohong
oleh sahabat sendiri tentu bukan pilihan bijak di malam yang sudah
dinanti-nantiakan Gia, salah seorang gadis populer di sekolah. Malam prom harusnya jadi momen terbaik untuk
memamerkan Bradley, pacar yang telah ia bangga-banggakan selama dua bulan
terakhir. Tapi rencana itu hancur karena Bradley tak ingin jadi ikon
pelampiasan Gia untuk menunjukkan eksistensi diri di depan teman-temannya. Yah,
kau bisa mengukur kedalaman cinta beserta motifnya dari kalimat yang diucapkan
pasanganmu setelah lama tak bertemu.
Tergucang? Pastinya.
Tapi Gia tak punya banyak waktu menikati kesedihannya. Ia perlu berfikir cepat
untuk membuktikan pada sahabat-sahabatnya bahwa ia tak berbohong, bahwa Bradley
benar-benar nyata. Meskipun jalan yang diambil Gia justru bisa memperburuk
keadaan. Menghindari ‘label pembohong’ dengan benar-benar ‘menjadi pembohong’.
Seorang cowok yang terlihat
punya waktu luang serta dirasa memenuhi standar untuk menjadi Bradley Palsu
secara tak sengaja tertangkap penglihatan Gia yang masih berdiri di area
parkir. Cowok itu bukan berasal dari SMA Gia, wajahnya cukup asing di daerah
tersebut, terlihat cukup oke dan yang terpenting, tidak sedang menjadi pasangan
prom orang lain, kriteria sempurna
untuk rencana Gia yang butuh alibi meyakinkan.
Jadi setelah mengatur
kesepakatan, keduanya langsung berakting sebagai pasangan dan mengakhiri adegan
itu dengan cukup dramatis di samping membuatnya terlihat natural. Agar
kebohongannya itu tetap jadi rahasia, berharap ia dan kawan-kawannya tak pernah
lagi bertemu cowok tersebut menjadi jalan teraman. Tapi siapa sangka, hatinya
jutru meminta sebaliknya. Cowok yang tidak Gia ketahui nama aslinya itu malah
terus terlintas di benaknya.
Dari sini tangan takdir
berkonspirasi dengan kemauan Gia, membawanya pada situasi-siatuasi yang
memungkinnya mengetahui keberadaan ‘Bradley Palsu’, melakukan interaksi yang
harus ia sembunyikan dari kelompoknya. Gia yang tadinya hanya memedulikan
eksistensinya di mata orang lain secara perlahan akhirnya mulai bisa menghargai
keberadaan orang lain di sekelilingnya.
****
A: “Hey, Gia,”
B: “Hai. Maaf aku tidak
tahu namamu.”
A: “Aku hanya pernah
berada di empat kelas yang sama denganmu tiga tahun ini. Mana mungkin kau tahu
aku?
-halaman
57-
Jujur, siapa sih yang
tidak sakit hati karena tidak dikenali padahal kalian sudah berinteraksi dalam
jangka waktu yang cukup lama? Ya, kurasa setiap orang sadar tidak sadar butuh
keberadaannya diakui. Itu sebabnya akan ada ego yang terluka jika sampai hal
tersebut tidak terpenuhi. Di novel ini kamu juga akan tahu bahwa menjadi pelaku
atas hal tersebut juga tidak mudah. Ada rasa bersalah yang menohok kesadaran,
menjadi bayang yang akan menghantui sampai kamu yakin korbanmu tidak lagi sakit
hati.
Tentu permasalahan kesadaran eksistensi ini sangat
sulit diakui. Kebutuhan atas ‘pengakuan diri’ ini sering dipandang sebagai aib
sehingga harus ditutup-tutupi. Dengan bangga mengatakan bahwa kita tak
memerlukan legalisasi atas pencapaian apapun tapi secara refleks merasa bahagia
jika mendapatkan pujian. Mungkin ini yang menjadi nafas media sosial dalam
menyediakan fasilitas seperti like, komen, retweet atau sejenisnya. Di sana
kita bisa memenuhi kebutuhan tersebut tanpa tanpa perlu merasa malu.
A: “Berapa likes yang didapat?”
B: “Hanya lima belas. Kalau tidak mendapatkan lebih dari itu, aku akan menghapusnya.”
-halaman 197-
B:”Kalau aku mengunggah foto sebatang pohon yang kulihat di dalam hutan dan tak seorang pun memberi like, apakah aku akan bertanya-tanya kalau itu sungguh terjadi?”
-halaman 198-
Terlebih jika ada yang
menyadarkanmu akan hal tersebut dengan cara ekstrim (baca: blak-blakan tanpa
menunjukkan rasa segan, lebih-lebih rasa bersalah). Pasti akan ada rasa
menggebu-gebu untuk membantah. Dan inilah isu paling menohok di The Fiil-in Boyfriend. Meski bukan jadi
konflik utama, karena bisa dilihat sendiri bahwa ini termasuk novel sweet romance ala teenlit, permasalahan sisipan ini jadi punya bobot yang cukup
memberi isi pada novel.
Mungkin kamu akan jadi
pendukung si B pada percakapan di atas karena usahanya dalam memberi pencerahan
bahwa kita harus lepas dari ketergantungan eksistensi untuk membuatmu merasa
masih hidup. Ya dia benar, aku mengakui itu. Tapi jauh di sudut hatiku, aku
akan mementahkan lagi pernyataan itu dengan kembali ke halaman-halaman awal
yang secara tipis menyiratkan bahwa pengakuan atas keberadaan itu merupakan
suatu kebutuhan yang bisa kamu lihat di contoh sebelumnya.
Mungkin tepatnya, bukan
pada persoalan pro-kontra masalah eksistensi, melainkan penyikapan akan hal
tersebut. Bahwa bukan hanya keberadaan kita yang perlu jadi spotlight, melainkan keberadaan tiap
orang merupakan spotlight bagi
dirinya sendiri. Dan, keberadaan kita tidak hanya tergantung pada kesadaran
orang lain, tapi kesadaran kita akan keberadaan diri kita. Jadi kebahagiaan
kita atas penghargaan tak harus berasal dari apresiasi orang lain, tapi
apresiasi kita terhadap diri sendiri yang harus sama besar ketika mengapresiasi
orang lain, karena setiap individu sama pentingnya dalam relasi kehidupan.
0 komentar:
Posting Komentar