Kamis, 30 Juni 2016

Beberapa Cara Memulai Paragraf_#Edisi Catatan Bahula

Beberapa Cara Memulai Paragraf
Lagi cari refrensi bikin paragraf biar enggak monoton gitu-gitu aja? Check this!

#Narasi/ Deskripsi
[Benda, tokoh, tempat, waktu, suasana, kebiasaan, dsb]
Ada baiknya mencapur beberapa indera untuk ngejabarinnya dan jangan masukin terlalu banyak hal dalam satu waktu supaya pembaca enggak boring buat baca.
Contoh 1:
Bangunan yang mulai menua dimakan usia itu terlihat begitu menyeramkan dengan pencahayaan remang-remang lampu yang ada di kedua sudutnya. Gerimis yang mengguyur sejak tadi sore tak kunjung berhenti. Suara guntur menggelegar, tiap kali kilat muncul lalu menghilang ditelan kegelapan. Hawa dingin yang menusuk membuat sekujur tubuhku bergetar.
[Cerpen ’Mereka Nyata’ karya Desita W. dalam antologi ‘Gadis di Lampu Merah’]
Contoh 2:
            Dalam istilah geografi, kami berada di suatu tempat antara Cannes dan Nice. Bus yang kami tumpangi melintas di atas jalan sempit yang menantang kematian menuju route de plages. Kami melewati bukit-bukit terjal pepohonan siprus dan oleander dengan padang bunga cornflower biru dan nuansa pink menakjubkan yang membinasakan akal sehat dan menyelimuti jurang putih dan gedung-gedung terakota...
[Novel ’Project Paris’ karya Lisa Barham]
Contoh 3:
            Aku masuk kelas dengan tudung yang menutup kepala dan headset terpasang di telinga. Aku baru pindah ke sekolah ini dua bulan lalu, dan aku tak memiliki seorang temanpun. Namun, aku tidak butuh itu. Aku hanya butuh ketenangan...
[Novel ’Claymore’ karya Ally Jane]

#Informasi
[Berita, Rumus, Ceklist,dsb]
Contoh 1:
When   : Tanggal x Juli, setelah sekolah usai.
Where  : SMA Putri Santa Maria. Pot bunga.
Who    : Kelas 3-B. Shiraishi Itsumi.
What   : Meninggal berlumuran darah.
Why    : Tidak jelas.
How    : Jatuh dari atas.
Kalau kematian Shiraishi Itsumi ditulis dengan elemen-elemen dasar, akan menjadi seperti yang tertera di atas. Aku selalu memikirkan segalahal dengan 5W1H untuk mengaturnya...
[‘Girls in The Dark’ karya Akiyoshi Rikako]
Contoh 2:
            Einstein bolehlah terkenal dengan rumus fisikanya: E = M.C2.
            Tetapi, bagaimana dengan rumus kehidupan yang sebenarnya? Menurut saya, begini: P.N.J = H2.
            P (Pintar) kali N (Ngeyel) kali J (Jatuh Cinta), pemenangnya adalah H2 (Perempuan Hamil). Enggak percaya?...
[Novel ’Maaf, Aku Lagi Jatuh Cinta’ karya Endik Koeswoyo]

#Pesan
[Kutipan, puisi, kata motivasi, potongan diary, surat, puisi, lagu, dsb]
Contoh 1:
            I’ve been looking so longat these pictures of you
That I almost believe that they’re real.
I’ve been living so long with my pictures of you
That I almost believe that the pictures are all could feel...
Pictures of You-nya The Cure terdengar lembut dari tape mobil Ian di sepanjang jalan Diponegoro, Menteng. Ditemani lampu jalan kekuningan yang redup, dan tanpa sengaja berbagi dengan warna-warni lampu mobil serta hiasan jalan. Aspal yang basah sehabis hujan menimbulkan pantulan cahaya kuning pendar yang enak dilihat.
[Novel ’5 cm’ karya Donny Dhirgantoro]
Contoh 2:                                                          
Kata-kata yang menyakitkan kadang dilontarkan tanpa sadar. Ditemani dengan senyum kepalsuan namun diam-diam membuat renggang. Dan mereka yang merasa diabaikan perlahan menghindar. Memilih pergi tanpa menverifikasi kesalahpahaman yang ada,” ucap Ima penuh penghayatan membaca tiap kata yang tertera di salah satu lembar pada buku tebal bersampul batik itu.
[Cerpen ’Sensasi Dingin yang Berkesan’ karya Desita W. dalam antologi ’Sekolah Kebangganku’]

#Aksi
Contoh 1:
            Kuambil posisi jengkeng seraya menyibakkan selendangku laksana sayap kebesaran. Ini adalah posisi krusial yang selalu ada dalam setiap babak Langen Mandra Wanara...
[Cerpen ’Langen Yogyakarta’ karya Frida Kurniawati dalam antalogi ’The Dolphin Dreams’]
Contoh 2:
            Kim Hye Ran berjalan dengan santai menuju gerbang sekolahnya. Tiba-tiba dia mendengar suara langkah seseorang yang berlari terburu-buru. Hye Ran bahkan belum sempat menoleh ke belakangnya, namun seseorang itu sudah menarik gadis berumur 16 tahun itu dengan kasar dan menyeretnya memasuki gerbang sekolah.
[Novel Fan Fiction ’Innocent Love’ karya Vitri Aprilia dan Dwiananing]
Contoh 3:
Aku mengangkat telepon dan mulai menekan angka yang sudah kuhafal karena sudah ratusan kali kutekan. Sebuah suara rendah berantusiasme tinggi menjawab lekas dering panggilan teleponku.
[Cerpen ’Penampakan di Ujung Kulon’ karya Sulung Hanum & Dea Sihotang dalam antalogi ’Penunggu Puncak Ancala’]

#Suara sesuatu/ onomatopoeia[1]/ kata ekpresi
[Brakk, Prang!, ciitt-ciitt, guk-guk!, meong, yosh!, voila!, aduh!, yippi!, hadeeehhh, dsb]
Contoh 1:
Tik.. tik.. tik..
Hanya suara jarum jam yang memenuhi ruangan bercat hijau dimana terdapat dua orang yang sedang mengalihkan pandangan satu sama lain. Di antara mereka tak ada yang ingin menyudahi keheningan di ruangan itu.
[Cerpen ’Like an Angel’ karya Anita Bella Pertiwi di web: cerpenmu.com]
Contoh 2:
            Mmmm. Nikmat.
            Aku berbaring di ranjang paling nyaman di seluruh dunia, sangat bahagia, penuh senyum dan lamunan, sementara sinar matahari pagi bermain di kelopak mataku yang terpejam...
            Aku merasa,,, puas. Semalam betul-betul...
[Novel ’Confessions of A Shopaholoc’ karya Sophie Kinsella]
Contoh 3:
Woopz…
Aku terjatuh dari tempat tidur karena bunyi alarm mengagetkanku. Aku tahu ini akan jadi awal dari kesialanku saat ku lihat ini sudah menunjukan pukul 8 am. Artinya aku dipastikan terlambat. Aku segera bergegas pergi ke neraka, maksudku sekolahku...
[Cerpen ’First Dance’ karya Isna F Kaefiyah di web: cerpenmu.com]
Contoh 4:
Kriinggg…
Kringg…
Aissshh… Heeey, ayolah, kurasa ini bukan saat yang tepat untuk HP yang telah ku pasang alarm berbunyi. Sekarang benda itu masih sanggup bernyanyi dengan rasa tak berdosa, melengkingkan suara aneh itu. Aku benar-benar berharap agar hari Jumat itu berubah menjadi hari Minggu yang mengasyikkan, lalu aku tetap dapat menggulung diri dalam selimut dan kembali terbang ke alam mimpi.
[Cerpen ’Aaaissshh... Hari yang Menyebalkan’ karya Alifah Evi Scania di web: cerpenmu.com]

#Pertanyaan/ Pernyataan
Contoh 1:
            Apakah kehidupan akan jadi bermakna tanpa kita sendiri yang menjadi tokoh utamanya?
            Pasti sangat membosankan kalau kisah itu dibuat bukan untuk kita meskipun jalan ceritanya bagus dan konfliknya mendalam.
[‘Girls in The Dark’ karya Akiyoshi Rikako]
Contoh 2:
“Selamat tinggal Ulangan Akhir Semester satu, bye…!!!” itulah kata terakhir yang aku ucapkan setelah selesai UAS. UAS bikin aku jengkel...
[Cerpen ’Akhir UAS’ karya Nurannisa Widiawati di web: cerpenmu.com]
Contoh 3:
Galau… Galau… Galau…
Menurut genuis record dunia kata galau sudah hampir diucapkan 9999999999 kali perharinya oleh masyarakat dunia, entah siapa yang mulai, yang pasti kata GALAU jadi nge-hits belakangan ini, berbagai macam alasan orang menyebut kata galau,...
[Cerpen ’Eyang Galau’ karya  Mega Kastia Mufidah]

#Monolog
Contoh 1:
            Eyeliner, check!
            Eyeliner is my best friend. Aku enggak pernah, catat, nggak akan pernah mau keluar tanpa menggunakan eyeliner.  Eyeliner membuat mataku menjadi pusat perhatian dan aku menyukainya...
[Novel ‘Ny Over Heels’ karya Dy Lunaly]
Contoh 2:
            Aku tak pernah terlalu memikirkan bagaimana aku akan mati, meskipun aku punya cukup alasan beberapa bulan terakhir ini, tapi kalaupun memiliki alasan, aku tak pernah membayangkan akan seperti ini.
[Novel ’Twilight’ karya Stephenie Meyer]
Contoh 3:
                Oke. Jangan panik. Jangan panik. Ini cuma tagihan VISA. Hanya secarik kertas, sederet angka. Maksudku, apa yang sangat menakutkan dari sekadar beberapa angka?
[Novel ’Confessions of A Shopaholoc’ karya Sophie Kinsella]

#Dialog
Usahakan dialognya kuat, hindari pake hal sepele (baca: enggak penting) yang enggak ada sangkut pautnya sama jalan cerita.
Contoh 1:
“Masukkan semua bukunya, hanya ada alat tulis dan kertas selembar di atas meja!”
2 kalimat. 12 kata. Dalam 1 irama. Itu sudah cukup membuat gue shock mendalam dengan posisi tangan kiri megang dada dan tangan kanan menulis surat wasiat.
[Cerita ’Minggu Ulangan, Minggu Penuh Siksaan’ dalam buku ‘Senior Hight Stress’ karya Yoga Cahya Putra]
Contoh 2:
“Aaaa jangan di cukur habis~!” teriak ku
“Ahahaha lucuuu… Ahaha. Lah kan udah perjanjiannya, yang kalah cukur alis sampai abis.” ujar Gisha, teman satu kost ku.
“Ishhh… iya iya, ya udah. Sebelah aja ya.”
“Beneran lo mau sebelah? Lebih aneh tau. Ahaha lucu banget kalau sebelah doang yang botak”
“Aah! Ya udah deh, suka-suka lo Sha. Gue pasrah.”
[Cerpen ’Hantu’ karya Gadisy]

Mungkin masih banyak cara lain buat ngebuka paragraf yang belum tercatat di sini. Tapi setidaknya beberapa cara di atas bisa kamu pakai buat memulai tulisanmu. Terkait cara mana yang lebih baik, itu semua tergantung bagaimana kamu mengolahnya.
#Selamat berkarya!




[1] Tulisan yang menirukan suara.

Senin, 27 Juni 2016

Kriteria Cerita yang Bagus (Versi Me)_#Edisi Catatan Bahula

Kriteria Cerita yang Bagus
(Versi Me)

Dari hasil hobi ’membaca fiksi’ gue selama bertahun-tahun, gue meringkas beberapa hal yang bikin gue ketagihan buat baca cerita sampai selesai sebagai berikut:
  • Enggak klise/ mainstream, dengan kata lain alurnya enggak mudah ketebak.
  • Kisah yang unik atau cerita umum tapi diceritakan berdasarkan sudut pandang yang berbeda (enggak umum).
  • Ceritanya ringan tapi bermakna.
  • Judul yang mengundang.
  • Paragraf awal yang memikat.
  • Enggak menggurui (karena itu cerita, bukan buku pelajaran).
  • Ceritanya bergerak dan bisa bikin pembaca enggak sadar udah baca berapa halaman
  • Ada kalimat yang ngandung filosofi *ngena di hati. Ini emang enggak wajib, tapi bisa jadi point plus tersendiri.
  • Enggak banyak typo.

Apa yang gue sebutin itu bukan ketentuan mutlak. So, enggak perlu berkecil hati kalo cerita yang udah elo bikin belum sesuai kriteria di atas. Gue sendiri juga masih berusaha bikin cerita yang mendekati selera gue itu. Salam semangat! Selamat berkarya!

Di edisi catatan bahula yang akan datang, bakal ditunjukkan beberapa cara memulai paragraf awal beserta contohnya.
Sabar menunggu ya?! *masih dalam proses pengetikan.

Komentar_#Edisi Meracau

Pertama kali bikin cerita (dari awal-akhir) mungkin kelas 2 SD. Agak lupa kapan tepatnya, yang jelas cerita yang gue bikin tentang kupu dan kumbang yang minta pendapat mawar, siapa di antara mereka yang lebih baik. Pokoknya cerita tentang kesombongan gitu.
Aneh, klise, ngebosenin. Itu komentar gue setelah baca ulang beberapa tahun kemudian. Kalo dari komentar gue barusan, cerita tadi kayaknya sangat mengecewakan ya? Iya dan tidak. Karena dulu, waktu selesai nulis cerita itu, gue enggak ngerasa cerita itu jelek. Bahkan mungkin gue bangga bisa bikin cerita fiksi. Beberapa temen yang bersedia baca tulisan ceker ayam gue juga bilang ’bagus’ waktu itu. Meski gue enggak jamin komentar mereka jujur atau bohong, gue tetep seneng.
Seinget gue, dulu setiap awal ajaran baru, guru bahasa Indonesia juga selalu ngasih tugas buat bikin cerita dari pengalaman pribadi selama liburan. Dan seperti anak-anak kecil yang kurang perhatian pada umumnya (termasuk gue), gue selalu minta komentar temen-temen gue yang lain.
Gue mulai aktif nulis fiksi pas kelas 2 SMP (meski enggak bener-bener produktif) gara-gara cerpen gue yang enggak sengaja nampang di mading perpus, dibaca guru bahasa Indonesi dan akhirnya dikirim buat ikutan lomba. Meski enggak lolos, tapi sejak kejadian itu gue jadi cukup PD buat nulis fiksi. Hehe.
Komentar demi komentar jadi sering gue denger pas temen-temen nimbrung buat baca karya-karya gue. Tapi rata-rata komentarnya cuma komentar standar pada umumnya (bagus, lucu, menarik, dsb. Tapi masih mending sih dari pada yang enggak komen sama sekali).
Sebenernya agak bosen denger komentar kurang membangun kaya gitu. Gue lebih suka kalo ada yang bilang ’alurnya bagus tapi penggambarannya kaya anak SD (baca: sederhana), ’bagian ini bikin baper, tapi endingnya kok kaya gini sih?’.
Yah, intinya sih gue lebih suka komentar yang nunjukin di mana keunggulan dan kekurangan karya-karya gue supaya karya selanjutnya bisa gue perbaiki. Gue yakin mayoritas penulis atau yang pingin jadi penulis kaya gue punya pendapat serupa.
Yosh! Semoga setelah baca meracau edisi kali ini, pembaca jadi makin aktif buat kasih kritik dan saran buat semua karya yang kalian nikmati.
Mari dukung dan motivasi penulis dengan komentar berkualitas! #Semangat!


Catatan: karena ini edisi meracau, jangan diambil hati dan maksain diri kasih komentar panjang ya?! Itu semua tetap hak kalian kok ^_^

Minggu, 12 Juni 2016

Rumus Tragis_#Edisi Hasil Ngayal

Cerita ini adalah cerita yang gue buat pas pelatihan menulis bulan Maret kemarin. Niatnya mau bikin tulisan ala Chicken Soup, tapi masih enggak tahu juga deh udah memenuhi kriterianya atau belum. What ever-lah, Just write.

Rumus Tragis
Oleh: Desita W.

“Elo pernah nyontek?”
Gue yakin 85% anak sekolah yang diajuin pertanyaan kaya gitu bakal diem sebentar sambil mikir mau jawab jujur tapi ngejatuhin harga diri atau bohong tapi nanggung dosa. Sumpah! Nih pertanyaan ngejebak banget kan?
Tapi sorry, gue termasuk 15% sisanya. Jadi gue belum pernah sekalipun nyontek dan ini 100% jujur. Nah sialnya, gue bukan orang yang mujur. Jadi meski gue gak pernah nyontek, nama baik gue udah pernah tercoreng sampe bikin gue gak pingin masuk sekolah lagi. Gini nih ceritanya:
Pas ujian akhir semester mapel fisika, gue dapet pengawas yang suka banget su’uzdan. Sebelum beliau ngasih soal ujian beserta kertas HVS buat coret-coretan ngehitung, dia selalu tanya “Siapa yang masih bawa hp atau bawa sontekan? Kalau masih ada, silahkan kumpulkan di depan!”
Dan seperti yang elo duga, gak ada yang maju ke depan. Ibaratnya nih, gak ada penjahat yang sukarela masuk penjara. Toh kalau ada yang mau tobat, gak perlu dipamerin di depan umum kan? *Cukup gak jadi nyontek. TITIK.
Berhubung gak ada peserta yang maju, dengan tatapan dingin dan mulut terkunci rapat, beliau langsung bagiin deh tuh soal plus kertas HVS-nya.
Karena gue tipe orang yang suka nulis semua rumus sebelum ngerjain soal, habis dapet kertas HVS, dengan entengnye gue langsung tumpahin semua rumus yang ada di otak gue tanpa mikir ada yang merhatiin gue atau enggak. Nah pas udah selesai menuhin kertas tadi sama rumus, sang pengawas mulai keliling.
Nyampe meja gue, beliau berhenti. Tanpa ngucapin sepatah katapun beliau ngambil kertas HVS tadi, beliau remes-remes tuh kertas di depan gue dan menit selanjutnya telinga gue udah kebakar denger ceramahnya yang gak pake koma. Semua peserta cuma bisa diem termasuk gue.
Terlanjur malu sekaligus dongkol, gue gak ngucapin pembelaan atau sejenisnya dan cuma berusaha konsen ngerjain soal sebisanya meski nyatanya gak bisa bener-bener konsen. Semua soal gue lahap dengan brutal. Begitu selesai, gue langsung keluar kelas. Tanpa ngecek lagi jawaban gue ataupun pamitan sama pengawas tadi.
Endingnya bisa elo tebak. Sejak kejadian itu gue jadi bulan-bulanan temen gue yang bener-bener nyontek tapi gak ketahuan. Meski udah gue jelasin, mereka tetep aja ngetawain kepolosan gue.

Kurang lebih, begitulah kronologinya. Gue harap cukup sekali itu aja rumus-rumus yang gue hafalin susah payah bernasib tragis. Berkat kejadian itu juga, ada satu lagi kebiasaan tambahan sebelum gue ngerjain soal terutama yang hitungan. Gue selalu ngasih tahu pengawas kalau mau nulis rumus di kertas HVS yang disediain, 0_<

Seberapa Banyak_#Edisi Hasil Ngayal

Seberapa Banyak
Oleh: Desita W.
Ipat menatap langit yang telanjang tanpa awan. Cahaya berwarna kuning sebesar koin yang bertemu tatap memelototinya balik. Seakan mengusir pandangan pria itu agar mengalihkan matanya ke arah lain.
Mbah, tumbaske iku![1]” rengekan seorang bocah kini menarik perhatian Ipat. Bocah dengan pakaian lusuh itu mulai menangisi beberapa snack yang menggantung rapi di sebuah toko kelontong. Orang yang dipanggil nenek oleh bocah itu berusaha menenangkan.
Mengko set leh, mbah ngadol iki ndeset[2].” Kata sang nenek berusaha menenangkan sambil menunjuk karung berisi gelas-gelas plastik bekas yang entah sudah berapa lama ia  kumpulkan.
Ipat beranjak dari tempatnya dan menghampiri kedua orang itu. Tangannya merogoh mencari beberapa lembar uang yang mungkin masih tersisa di kantongnya kemudian memberikan semuanya dengan senyum tersungging. Perempuan tua itu mengucapkan terima kasih dan mengikuti langkah cucunya yang mulai berhenti menangis.
Ipat tersenyum melihat senyum bocah itu, lantas kembali ke pangkalan dan mengayuh becaknya pulang. Kepalanya mulai merencanakan menu apa yang akan dibuatnya hari ini. Singkong rebus atau singkong bakar?
“Semoga yang kemarin malam masih ada,” gumam Ipat penuh harap agar tak harus mencabut tanaman singkongnya yang tinggal beberapa.
****
Dengan kemeja sisa kekayaannya beberapa tahun silam, Ipat menghadiri resepsi teman lamanya. Beberapa teman yang lama tak ia lihat juga tampak hadir, beberapa diantaranya mulai mengisi kursi di samping Ipat, menyalami pria itu dan mulai mengobrol.
“Aku dengar baru-baru ini kamu menyumbangkan satu milyar untuk panti asuhan. Berapa persen dari penghasilanmu hari itu?” tanya Heri kepada Andi.
“Yah, cuma beberapa persen sih. Kamu sendiri gimana, berapa persen penghasilanmu yang disumbangin pas bagi-bagi sembako kemarin?”
“Hampir dua puluh persen, yah gak apa-apalah sesekali.” Jawab Heri.
“Kalau kamu gimana Pat? Baru-baru ini beramal berapa persen?” tanya keduanya hampir bersamaan.
“Seratus persen mungkin.” Jawab Ipat jujur namun tak terlalu ia anggap serius. Andi dan Heri terlihat sangat terkejut dengan jawaban Ipat. Mereka menerka-nerka berapa kiranya nominal yang Ipat maksud tanpa tahu keadaan Ipat yang sekarang.
TAMAT.

Terlepas dari ikhlas atau tidaknya sebuah amal, kira-kira takaran seberapa banyak amal itu, dilihat dari mana ya? Nominalnya? Atau Persentase hartanya?
I don’t know. Don’t think so much. Just do it if you want and you can.




[1] Nek, beliin itu!
[2] Nanti dulu nak, nenek jual ini dulu.

Sabtu, 11 Juni 2016

Deskripsi Tokoh Punakawan_#Edisi Catatan Bahula

Deskripsi Tokoh Punakawan

Semar :
ü  Tubuhnya bulat, perlambangan dari bumi/ jagad raya.
ü  Selalu tersenyum tapi bermata sembab, simbol duka cita.
ü  Wajahnya tua tapi punya kuncung yang berarti tua-muda.
ü  Gender lelaki tapi punya payudara, perlambangan pria-wanita.
ü  Mata menyipit, lambang ketelitian dan keseriusan.
ü  Telunjuk yang menuding, keinginan kuat untuk menciptakan.
ü  Tangan kanan ke atas, tangan kiri ke belakang.

Gareng :
ü  Mata juling yang berarti tidak mau melihat hal-hal yang mengundang kejahatan, memusatkan hati pada-Nya dan agar tidak iri kepada orang lain.
ü  Tangan melengkung yang artinya tidak mau mengambil hak orang lain serta menggambarkan kesan manusia tidak bisa berbuat apa-apa tanpa kehendak-Nya.
ü  Kaki pincang (kalau berjalan, yang satu sambil jinjit) menggambarkan sikap penuh kewaspadaan dalam segala perilaku.
ü  Mulutnya berbentuk aneh sehingga tidak pandai berbicara.

Petruk :
ü  Berhidun panjang.
ü  Berkulit hitam.
ü  Badan tinggi yang berarti mempunyai pikiran panjang (ora grusa-grusu).
ü  Senyuman manis yang suka menyindir.
ü  Rambut dikucir tapi mengarah ke atas.
ü  Dada bidang.
ü  Hidung, telingan, mulut, kaki dan tangan panjang.

Bagong :
ü  Gendut.
ü  Mata lebar.
ü  Bibirnya tebal (Memble).
ü  Muka lebar.

ü  Pendek.

Jumat, 10 Juni 2016

Nihil_#Edisi Hasil Ngayal

Nihil
Oleh: Desita Wahyuningtias
Punya nama kaya gue itu emang gak gampang. Selalu dibully dan dijadiin kambing hitam. Perkenalkan nama gue Nihil Prasetyo, tapi biasa dipanggil Nihil. Gue gak bohong masalah gue yang sering dibully dan dijadiin kambing hitam meski gue bersekolah di sekolah yang katanya elite.
            Gini nih contohnya:
            “Anak-anak, siapa yang hari ini gak masuk?” tanya guru matematika gue.
            “Nihil bu,,,” seru anak-anak serempak kecuali gue.
            “Bohong bu, saya hadir!” dengan gagah berani gue protes demi nama baik gue. Eh, temen-temen termasuk guru gue malah kompak ketawa
Terus contoh lainnya:
            “Ayo keluarkan tugas kalian!” seru guru fisika gue
            “Maaf bu, saya gak buat. Soalnya kemarin gak masuk.”
            “Jangan bohong kamu! Jelas-jelas di jurnal tulisannya NIHIL.”
            ENG ONG
            SKACK  MAT!
            Dan dengan berat hati, gue harus menjalani hukuman paling bejat yang pernah gue jalani. Nulis ulang tugas yang lalu sebanyak 100 kali. “Kejam bingitz!” teriak gue dalam hati. Akhirnya gue terpaksa begadang dan gak masuk sekolah selama seminggu buat nyeleseiin tugas bejat tadi. Dan hasilnya gue semakin tertinggal dalam pelajaran, gak cuma pelajaran fisika aja, tapi hampir semua pelajaran! “SIAL!” maki gue dalam hati.
            Pingin tau seputar gue yang lain? Klik aja www.nihil.com *hehehe just kidding guys.
Gue cuma mau sharing permasalahan jones atau jomblo ngenes kaya gue. Dimana harapan terbesar gue adalah menghapuskan hari minggu dari penanggalan. Jadi gue gak perlu iri lihat atau denger muda-mudi yang bahas masalah malming atau malam minggu. Karena setelah hari sabtu adalah hari senin yang hanya dihubungkan dengan malnin atau malam senin.
Bukannya gue gak mau usaha buat ngedapetin cewek, tapi emang susah banget dapet cewek dengan muka standar kaya gue. Ditambah keterbatasan uang saku dikarenakan status gue sebagai anak kost. Di situ gue dituntut buat ngirit demi keberlangsungan hidup gue di kota orang.
Pernah suatu ketika gue coba pede kate sama cewek yang cukup cantik menurut penglihatan gue, tapi gue gak berani jamin pendapat elo-elo pada.  Pasalnya penglihatan gue tidak dapat dipertanggung jawabkan. OK. Kembali ke cerita cinta gue.
Cewek yang gue bilang cantik tadi namanya Laila. Dia doyan banget sama yang namanya baca buku, jarang gue liat dia tanpa buku di tangan. Dia juga gak banyak bicara, tapi sekali denger kata-kata yang dia ucapin, gue jamin elo semua bakal diem buat beberapa detik saking kagumnya. Dia tipe orang yang puitis dan analisis, jadi kata-kata yang terucap tu udah tersusun sedemikian rupa sehingga mengandung candu. Gue adalah salah satu korban yang kecaduan sama kata-katanya. Sayang, dia tu susah banget dipancing buat ngobrol. Alhasil, sering banget gue dikacangin. Yah, kira-kira begitulah kisah cinta gue yang gak sempet gue mulai.
****
Setelah setahun melewati hari – hari sulit sebagai bahan bullyan, akhirnya gue bisa bernafas lega karena banyak calon baru yang bisa ditumbalkan. Siapa lagi kalo bukan adek kelas gue sekarang. Anak – anak polos yang biasa kami panggil sebagai peserta didik baru.
Yap! Seratus buat yang sempet mikir bahwa gue anggota OSIS. Kini saatnya mencari tumbal yang sesuai untuk mengakhiri penderitaan gue. *Hahaha, ketawa ala penjahat.
“Nihil, ntar habis ngasih tahu peraturan kegiatan ini, anak - anak jangan lupa diabsen dan diarahin buat ke aula utama. Ada sambutan dari kepala sekolah sebelum malam keakraban.” Ujar ketua OSIS memberikan titah.
“Oke.” Jawab gue singkat. Ini kesempatan awal gue untuk mengenali tumbal yang cocok.
Kalo kali ini belum dapet, toh masih ada malam keakraban yang pastinya mudah banget buat nyari tumbal. Yah, gue sendiri masih heran kenapa dinamain malam keakraban. Padahal kegiatannya mirip kayak penindasan. Penindasan mental yang dilakuin sama kakak kelas bejat yang gila akan penghormatan. Apakah gue termasuk dari kakak kelas yang bejat? Entahlah.
Sampai di kelas yang harus gue dampingi, suasana mendadak hening, sepi dan bagi mereka yang bisa merasakannya bisa gue bilang agak mencekam. Bukan, bukan karena kelasnya angker. Tapi karena ini masih dalam suasana MOPD, jadi adek kelas masih takut – takutnya sama kakak kelas berjas hitam kayak gue, kalian pasti tahulah.
Satu persatu gue panggil nama mereka, dan satu persatu pula penghuni kelas itu mengangkat tangan kanannya sambil ngejawab dengan kata hadir, ada, iya, atau hadirah bagi cewek yang beragama Islam. Gue amati satu persatu wajah mereka, tapi rasanya ada yang ganjil. Seinget gue cewek yang duduk sendiri di bagian belakang itu belum ngangkat tangannya.
“Ada yang belum kakak panggil?” hanya gelengan kepala tanpa suara yang gue dapet. Yah, mungkin gue aja yang salah inget. Setelah peraturan kegiatan selesai gue bacain, akhirnya gue suruh mereka semua buat pergi ke aula, sementara barang – barang mereka tetep tinggal di kelas.
Apel berjalan dengan kondusif meski sambutan dari kepala sekolah yang bertele – tele bikin kaki mengalami kesemutan jangka panjang. Selepas itu, anak – anak digiring ke lapangan untuk mengikuti permainan besar. *Duh kasihan.
Permainan – permainan besar kayak kata berkait, kereta balon, tarik tambang, adu panjang, mencari benda dan perang air diikuti peserta dengan suka cita. Dan permainan paling heboh menurut gue adalah adu panjang dan perang air. Di adu panjang, banyak peserta cowok yang rela ngelepasin pakaian mereka buat jadi kelompok yang menyandang status juara. Sementara di perang air, banyak banget peserta yang ngelakuin serangan secara membabi buta demi kemenangan timnya.
Entah mengapa mereka begitu berantusias, padahal gak ada hadiah selain tepuk tangan dari peserta lain dan panitia MOPD. Atau jangan – jangan mereka cuma pingin ngelampiasin kekesalan dengan cara nyerang temen seangkatan mereka dengan air? Entah, gue gak begitu peduli. Yang jelas setelah ngamatin mereka, gue sukses menemukan anak – anak untuk bahan bullyan menggantikan posisi gue.
****
Malam menghampiri dalam waktu yang singkat, para peserta diminta bersiap tidur sebelum diberlakukannya jam malam. Berhubung gue ditempatin di bidang keamanan, kini gue harus berpatroli dengan mengesampingkan hawa dingin akibat angin yang berhembus.
Di sudut dekat toilet cewek, ada anak yang berdiri membelakangi gue. Karena penasaran, gue samperin cewek itu. Eh ternyata cewek yang tadi gue lihat di kelas yang gue dampingi.
“Kok cuma berdiri aja?” tanya gue mencoba ramah. Maklumlah, dia cukup cantik. Jadi kalo gue dianggep baik, siapa tau aja setelah selesai MOPD dan gue tembak dia, dia jadi mau deh sama gue. *Modus dikit.
“Ehm, aku takut kak. Kakak mau nungguin aku di depan toilet biar aku ngerasa aman?” tanya dia dengan ekspresi polos.
“Oke kakak tungguin, tapi jangan lama – lama ya. Habis ini kan ada jam malam.” Ujar gue mengingatkan.
“Sip!” jawab dia sambil mengacungkan jempol tangan kanannya kemudian lekas masuk ke salah satu bilik toilet. Gue bersiul – siul ringan nunggu dia keluar, ternyata emang gak butuh waktu lama buat dia nyelesaiin urusannya.
“Yuk kakak anter?” tawar gue begitu dia keluar dan hanya disahut dengan satu anggukan serta seulas senyum manis. Di sini gue ngerasa udah jadi pahlawan bagi mereka yang membutuhkan.
Kami berjalan santai dalam kesunyian. Ketika sampai di depan ruangan untuk tempat tidur peserta cewek, ada temen seangkatan gue yang lagi asyik ngobrol.
“Kayaknya ini yang terakhir.” Kata gue merujuk pada cewek yang masih berdiri di samping gue. Kedua temen gue itu menoleh serentak.
“Setaaaaan!” Kata mereka kompak sambil lari terbirit – birit. Tiba – tiba bulu kuduk gue berdiri, dengan hati – hati gue menoleh ke arah cewek yang ada di samping gue.

“Aaaaaaaaaaaa!” Teriak gue syok.