Minggu, 12 Juni 2016

Seberapa Banyak_#Edisi Hasil Ngayal

Seberapa Banyak
Oleh: Desita W.
Ipat menatap langit yang telanjang tanpa awan. Cahaya berwarna kuning sebesar koin yang bertemu tatap memelototinya balik. Seakan mengusir pandangan pria itu agar mengalihkan matanya ke arah lain.
Mbah, tumbaske iku![1]” rengekan seorang bocah kini menarik perhatian Ipat. Bocah dengan pakaian lusuh itu mulai menangisi beberapa snack yang menggantung rapi di sebuah toko kelontong. Orang yang dipanggil nenek oleh bocah itu berusaha menenangkan.
Mengko set leh, mbah ngadol iki ndeset[2].” Kata sang nenek berusaha menenangkan sambil menunjuk karung berisi gelas-gelas plastik bekas yang entah sudah berapa lama ia  kumpulkan.
Ipat beranjak dari tempatnya dan menghampiri kedua orang itu. Tangannya merogoh mencari beberapa lembar uang yang mungkin masih tersisa di kantongnya kemudian memberikan semuanya dengan senyum tersungging. Perempuan tua itu mengucapkan terima kasih dan mengikuti langkah cucunya yang mulai berhenti menangis.
Ipat tersenyum melihat senyum bocah itu, lantas kembali ke pangkalan dan mengayuh becaknya pulang. Kepalanya mulai merencanakan menu apa yang akan dibuatnya hari ini. Singkong rebus atau singkong bakar?
“Semoga yang kemarin malam masih ada,” gumam Ipat penuh harap agar tak harus mencabut tanaman singkongnya yang tinggal beberapa.
****
Dengan kemeja sisa kekayaannya beberapa tahun silam, Ipat menghadiri resepsi teman lamanya. Beberapa teman yang lama tak ia lihat juga tampak hadir, beberapa diantaranya mulai mengisi kursi di samping Ipat, menyalami pria itu dan mulai mengobrol.
“Aku dengar baru-baru ini kamu menyumbangkan satu milyar untuk panti asuhan. Berapa persen dari penghasilanmu hari itu?” tanya Heri kepada Andi.
“Yah, cuma beberapa persen sih. Kamu sendiri gimana, berapa persen penghasilanmu yang disumbangin pas bagi-bagi sembako kemarin?”
“Hampir dua puluh persen, yah gak apa-apalah sesekali.” Jawab Heri.
“Kalau kamu gimana Pat? Baru-baru ini beramal berapa persen?” tanya keduanya hampir bersamaan.
“Seratus persen mungkin.” Jawab Ipat jujur namun tak terlalu ia anggap serius. Andi dan Heri terlihat sangat terkejut dengan jawaban Ipat. Mereka menerka-nerka berapa kiranya nominal yang Ipat maksud tanpa tahu keadaan Ipat yang sekarang.
TAMAT.

Terlepas dari ikhlas atau tidaknya sebuah amal, kira-kira takaran seberapa banyak amal itu, dilihat dari mana ya? Nominalnya? Atau Persentase hartanya?
I don’t know. Don’t think so much. Just do it if you want and you can.




[1] Nek, beliin itu!
[2] Nanti dulu nak, nenek jual ini dulu.

0 komentar:

Posting Komentar