Judul : City Lite: Dirt on My Boots
Penulis : Titi Sanaria
Editor : Dion Rahman
Penerbit : Elex Media Komputindo
Terbit : September 2017 (cetakan
pertama)
ISBN : 978-62-04-4723-0
Tebal : 300 hlm
Blurb:
Entah
ini kutukan atau anugerah, tapi ada banyak laki-laki tampan di kantorku.
Bos
besarku masih menawan di usianya yang sudah enam puluhan, namun tentu saja dia
bukan pilihan potensial. Aku mencari kekasih, bukan ayah angkat. Lalu Pak
Freddy, laki-laki paling tampan di kantor. Dia punya senyum maut yang sayangnya
hanya diperuntukkan istrinya. Masih ada pria yang tidak kalah tampan di
divisiku lho, dan mereka lajang!
Hore...?
tidak juga.
Putra
lebih muda dariku, tapi menjalin cinta dengan berondong tidak ada di daftarku.
Sandro lebih tua, tapi aku tak menemukan ada aliran listrik yang tiba-tiba
membentuk koloni, bersarang, dan mendadak mengepak bersamaan di perutku.
Lalu
Pak Andra, bos baru di kantorku dengan bokong terindah di dunia. Ya, dia
potensial. Tampan dan pintar, dua keunggulan yang hanya dimiliki satu dari
seribu laki-laki di dunia. Barangkali masalahnya ada pada diriku. Aku jelas
bukan calon potensial baginya. Aku tidak memiliki apa yang diharapkan olehnya,
atau lelaki lainnya di dunia ini. you know what i mean–sesuatu yang besar di
bagian tubuhmu. Tapi yang jadi masalah, seharusnya sejak awal aku tahu kalau
dia tidak mempercayai komitmen.
Kebingunganku
semakin berlimpah-ruah, ketika suatu pagi aku terbangun di sebuah ranjang dan
mendapati sosoknya berada di sampingku. Semenjak itu pikiranku kian terusik.
Apa yang sudah kulakukan dengan bosku? Atau, tepatnya, apa yang telah bosku
lakukan kepadaku?
****
Dirt
on My Boots merupakan dobrakan kebiasaan Titi Sanaria yang lazimnya menulis
dengan gaya mellow. Karya ini mulanya
diposting di Wattpad hingga kemudian
berakhir di meja redaksi Elex Media karena hasutan seseorang (yang penasaran
bisa baca sendiri di bagian prakata dari penulis). Karena berlabel ‘Novel
Dewasa’, saya sempat dilema antara ingin baca lantaran terpikat quote yang diposting salah satu teman blogger dan gak ingin baca karena ya–
kalian taulah,,, *saya tipe pembaca yang sok lugu jadi agak malu-malu gitu
meski umur sudah memenuhi syarat, hehe.
Dibuka
dengan dialog ‘seberani’ itu, pasti udah kebayang bakal kaya apa
perbincangan-perbincangan yang disuguhkan bukan? Yups! Konten-konten ‘nakal’
memang menjamur di novel satu ini. Tapi tenang, bisa dibilang
kenakalan-kenakalan itu hanya berupa tell,
not show. Lagi pula meski cakapannya
rada vulgar, tapi penulis berhasil membalutnya dengan bahasa elegan yang
seringnya malah bikin ngakak. Tapi ini pendapat pribadi sih, habisnya sampe
sekarang saya saja masih bingung bedanya konten dewasa dengan konten porno.
Owh
ya! Seperti yang saya sebutkan tadi, karena novel ini bertabur konten nakal
jadi mungkin akan banyak istilah yang asing bagi pembaca yang masih lugu
ataupun pembaca-pembaca alim –saya bukan termasuk keduanya sih, cuma kadang sok
polos aja. hehe–. Saya sendiri kadang menebak-nebak atau kalo bener-bener
penasaran ya googling. Sedikit cerita
nih: untuk istilah ML sebenernya udah kenal lama tapi gak pernah bener-bener
nyari artinya, dan baru-baru ini akhirnya saya tahu bahwa kepanjangan ML = Making Love (bercinta). So, jangan kaget kalo harus
menerjemahkan/mengarang bebas pas ketemu kata-kata unfamiliar karena nggak akan ada catatan kaki yang ngasih
penjelasan.
Oke!
Kembali ke topik. Arti harfiah Dirt on My
Boots yakni Kotoran di Sepatu Bot Saya. Kenapa saya singgung? Karena
beberapa waktu lalu saya menemukan komentar salah seorang pembaca yang masih
nggak ngeh antara judul dengan isi
novelnya. Saya sendiri masih kurang yakin analisis saya benar atau salah. Tapi
yang saya tangkap, ungkapan yang dijadikan sebagai judul itu juga bisa
ditafsirkan ‘suatu kemalangan/kesialan’. Sehingga benang merah keduanya adalah
karena novel ini menceritakan kemalangan-kemalangan Sita berkat mulutnya yang
kekurangan filter terutama ketika berkaitan dengan Pak Andra (bos barunya).
Mulai dari ketahuan menggosipkan Pak Andra bersama geng mesum kantor –yang
tentu saja jauh dari bahasan normal (percakapan kurang wajar untuk didengar di
kantor)– sampai kebohongan-kebohongan kreatif yang sialnya selalu saja jadi
bumerang.
Sebentar,
apakah aku baru saja memaki lagi?
Astaga,
tumpukan dosaku rasanya semakin menggunung.
Makian,
bacaan, dan tontonan porno.
Aku
benar-benar sudah tidak tertolong.
–hal
2–
Dari
awal, suara tokoh Sita ini emang menonjol. Ngakak ngikutin jalan pikiran nih
anak. Sok-sokan ‘perpengalaman’ padahal masih perawan, belum lagi
tanggapan-tanggapan blak-blakan dan penuh satire kalo dia gak suka sama
sesuatu. Sayang, di bagian-bagian akhir aku merasa suaranya kian melemah.
Percakapan
Sita dan gerombolan mesum sekilas menyiratkan dia bukan tipe orang yang
berfikiran kolot. Maksudku bukan pada konteks dia yang sebenarnya memegang
teguh pendirian having sex after married.
Melainkan pandangan Sita yang menjadi terkesan ‘berjarak’ kepada para pelaku one-night stand padahal di awal-awal
Sita tampaknya cukup setuju bahwa cara hidup itu udah pilihan masing-masing
orang, kita nggak berhak menghakimi. Apalagi having sex-nya mereka (pelaku one-night
stand) dilakukan secara sadar. Kalo kata Putra mah, ‘ML bareng, enaknya bareng’.
Masing-masing
karakter gerombolan mesum kantor sebenarnya gak kalah mencuri perhatian, gak
ada mereka gak akan rame. Tapi tokoh favoritku tetep Kak Gian. Sumpah, bikin
ngiri sama perhatiannya ke Sita. Kadang berasa nyesek pas nyadar kalo
komentarnya sekadar sebagai ‘kompor’. Hatiku langsung meleleh tiap kali dia
nyebut ‘Dek,’. *Huaaa baper moment!
Sebagai
salah satu cerita yang mengangkat romance
office, kurasa “Dirt on My Boots” sudah berhasil membawakannya dengan
sangat apik. Bisa tengok sendiri kejelian detail nuansa kantor, strata, dan job-job yang harus dikerjakan beserta
halang-rintangnya.
Kendala
membaca “Dirt on My Boots” selain yang sempat kusinggung di atas adalah nama tokoh-tokohnya
yang hampir mirip: Freddy-Fendy (alias Pak Andra), Bara-Andra-Putra-Sandro-Marco,
Sita-Raisa. Atau mungkin ini cuma perasaan saya? Entahlah,,,
Btw,
perjalanan menuju endingnya sedikit kurang greget. Bingung ngungkapinnya, yang
jelas terasa kurang nendang aja. Mungkin karena ada konflik yang harusnya bisa
lebih di-explore, atau redaksi apapun
yang sejenisnya.
Untuk
fisiknya: pertama aku suka banget sama cover-nya.,
eye catching! Sayangnya meski mataku
masih normal aku jelas lebih memilih kalo ada ukuran font yang lebih besar (maksudku ukuran font di blurb dan dalam
novel). Dan satu lagi, saya mendapati tinta dalam isi novel yang gak merata.
Entah ini terjadi pada semua terbitan atau hanya beberapa eksemplar yang kurang
beruntung. Tapi tetap termaafkan karena masih bisa dibaca.
(sebenernya mau buktiin, tapi pas difoto jadi gak jelas bedanya) |
Secara
keseluruhan ini cerita yang kocak dengan konflik ringan serta gaya bahasa yang
renyah. Cocok buat kalian yang bisa berpikiran terbuka serta dewasa. Kalian
juga harus maklum saat menemukan tokoh dengan suatu pendirian yang akhirnya
lentur, karena sadar atau tidak sadar akan selalu ada pengecualian dalam tiap
hal.
Gue
tahun lalu: cinta sejati itu omong kosong.
Gue
sekarang: cinta itu adalah seraut wajah yang membuat hati bahagia saat
menatapnya, gelak yang meluruhkan kepenatan seberat apa pun di penghujung hari,
dan perasaan nyaman seperti pulang ke rumah setelah berpetualang saat memeluk
tubuh yang menyambutmu dengan sukacita.
–hal
288-291–
Aku juga awalnya ogah baca novel ini karena ya gitu. Tapi setelah baca malah aku banyak ketawa sama tingkah konyol Sita.
BalasHapusHahaha, iya. Si Sita emang konyol *^_^*
BalasHapusTerima kasih sudah mampir >_<