Kamis, 28 April 2016

Enggak Mau Ditembak, tapi Dipinang_#Edisi Hasil Ngayal

Enggak Mau Ditembak, tapi Dipinang adalah cerpen yang gue ikut sertain dalam event penerbit rumah kita dengan tema Say No to Pacaran. Yang udah pernah pacaran atau lagi pacaran, jangan tersinggung ya?! Gue buat cerita ini cuma buat nyesuaiin temanya aja kok *Tapi temanya cocok sih buat gue pribadi. Hehehe.
Sumber: fb penerbit

Enggak Mau Ditembak, tapi Dipinang
(Oleh: Desita W)
....
Di antara sajak yang kurangkai
Tak ada kata yang lebih indah
Dari namamu yang kutuliskan
Di antara kata yang disajikan
            Tak ada yang lebih hidup
            Dari rasa yang ikut tertuang
            Bersama keabadian kata
            Dalam sajak yang menua
Pena yang kupegang menari – nari menggoreskan kata pada selembar kertas yang mulai ternoda. Tertutup tinta yang membentuk susunan kata dalam sajak yang tengah kurangkai.
“Ngejar deadline lagi bro?” Ujar sahabatku Rikza yang tengah memicingkan matanya untuk melihat layar deskop di laptopku.
“Bukan, hanya iseng saja.” Kataku yang menanggapinya sambil tersenyum.
“Eh, sudah baca email dari purna OSIS angkatan kita belum?” Tanya Rikza yang kini telah mengambil posisi duduk di sampingku.
“Belum. Memangnya ada apa?” Tanyaku menyelidik.
“Bulan depan bakal ada reuni buat angkatan kita! Denger – denger sih reuni tahun ini bakal dibuat meriah, enggak seformal kayak reuni sebelumnya.” Terangnya dengan antusias.
“Wah, biayanya pasti mahal.” Celetukku spontan.
“Ya gitu, tapi kayaknya disponsori sama perusahaan yang dipegang Irfan deh. Tuh anak kan sekarang udah sukses. Udah bisa bangun cabang di banyak tempat, jadi kalau cuma jadi sponsor acara reuni kayaknya sih enggak seberapa.”
“Wah, hebat banget Irfan. Memang sudah kelihatan dari SMA sih bakatnya untuk jadi pengusaha.” Ujarku ikut bangga mengingat teman SMA kami Irfan.
****
“Sudah bagus kok. Nanti tinggal konsultasi masalah sampulnya sama karyawan yang baru.” Ujar Pak Fendra, Editor untuk buku terbaruku.
“Karyawan baru? Memangnya Mbak Hesti kemana pak?” Kataku menanyakan keberadaan Mbak Hesti yang selama ini telah mendesain cover untuk buku – bukuku.
“Mbak Hesti ambil cuti satu bulan untuk persiapan pernikahannya sekaligus honeymoon.” Kata Pak Fendra dengan memberikan penekanan pada kata yang terakhir.
“Owh, kok aku belum dapat undangannya ya?”
“Sabar saja, paling – paling kurang dari seminggu lagi sampai.” Aku terkekeh mendengar komentar Pak Fendra. Kemudian pamit undur diri dan tak lupa meminta cp rekanku yang baru untuk segera berkonsultasi mengenai cover buku terbaruku.
****
Aku menunggu rekan baruku di sebuah kafe yang letaknya tidak begitu jauh dari kantor penerbitan yang bekerja sama denganku. Tadi aku menghubunginya, dan karena ini sudah waktunya makan siang maka kami memutuskan membahasnya sambil luch bersama. Tak banyak yang kutahu tentang dia. Yang aku tahu dia baru bekerja  seminggu yang lalu, dia seumuran denganku dan namanya Velia.
Ah, mendengar nama Velia membuatku bernostalgia tentang teman SMA-ku yang memiliki nama serupa. Tapi entah sekarang dia ada di mana,  sudah lama aku tidak mendengar kabar tentangnya.
“Assalaamu’alaikum Kevin. Sudah lama nunggunya?” Sapa sebuah suara yang muncul dari balik punggungku. Aku memicingkan mata berusaha memastikan sosok yang sudah duduk di hadapanku seraya menjawab salamnya dengan suara yang nyaris hilang.
“Jadi rekan baruku itu kamu Vel? Kenapa tidak bilang?”
“Biar jadi kejutan, kalau kamu sudah tahu kan tidak seru.” Ujarnya renyah.
“Ah, bisa saja kamu. Mau aku pesankan seperti biasa atau sudah ganti selera?” Tanyaku menawarkan.
“Hahaha, memang kamu masih ingat?” Tanyanya sedikit menggoda.
“Tentu. Nasi goreng spesial agak pedas, telurnya garing, tanpa tomat dan timun. Ia kan?” Jawabku lancar karena sudah hafal di luar kepala.
“Yap! Seratus buat kamu.” Katanya riang sambil mengacungkan dua jempol. Aku balas memberikan senyum sebelum beranjak ke bagian pemesanan.
****
“Coba kamu lihat! Kemarin aku sempat buat desain kasar untuk buku kamu, kalau ada yang kamu suka nanti tinggal aku permak lagi saja.”
“Wah, desainnya keren - keren Vel. Ini sih lebih cocok disebut desain yang sudah jadi daripada desain kasar.”
“Enggaklah, ini masih mentah kali. Gimana? Ada yang sreg[1]?”
“Emh, aku rasa yang ini. Tapi format judulnya dimodifikasi lagi supaya terkesan fresh. Sudah sih kayaknya itu saja, yang lainnya sudah bagus kok.”
“Oke, nanti aku kirim via facebook ya. Sekarang aku mau pamit dulu.” Ucap Velia yang mulai membenahi barang – barangnya kemudian memberi salam yang aku jawab dengan setulus hati untuknya.
****
Velia menepati janji untuk mengirim desainnya lewat inbox facebook. Desain yang ia kirim dua kali lipat lebih bagus dari desain yang ditunjukkannya siang tadi. Aku tidak tahu bagaimana bisa ia menyelesaikan desain sebagus ini dalam waktu singkat. Caranya dalam menghargai waktu memang luar biasa.
Tanpa sadar tanganku mengarahkan mouse untuk melihat foto – foto Velia di facebook. Hanya sedikit foto yang memperlihatkan wajahnya, itupun tidak terlalu jelas. Sebagian besar hanya foto siluetnya yang membelakangi kamera. Tapi aku tetap menemukan kecantikan dalam foto – foto itu.
“Wah, lagi CLBK nih.” Kata Rikza yang tiba – tiba sudah duduk di sampingku.
“Cinta lama bersemi kembali?”
“Cinta lama belum kelar! Hahaha.” Jawabnya yang diikuti tawa karena puas mengejekku.
“Kamu bisanya cuma mengejek Za. Memangnya cinta kamu sama Imma dulu kesampaian?” Tanyaku membalasnya.
“Imma yang mana?” Rikza terlihat berfikir.
“Sok lupa lagi. Imma sahabatnya Velia. Dulu kamu kan suka sama dia.”
“Owh Imma Anisa, tapi kan alasan dia sudah jelas. Dia sudah dijodohkan sejak kecil, jadi dia tidak bisa menerima perasaanku. Beda dengan Velia. Apa coba maksudnya dengan tidak siap? Kan kamu hanya memintanya untuk pacaran.” Aku terdiam mendengar penuturan Rikza, sepintas kuinggat kembali masa lalu dimana aku pernah meminta Velia untuk jadi pacarku.
“Hey! Malah melamun.Terus maunya kamu sekarang bagaimana?”
“Maksud kamu?”
“Kamu kan masih ada rasa sama Velia, lantas mau kamu apakan? Apakah kamu akan mengejarnya lagi seperti dulu?” Kini ekspresi Rikza menjadi lebih serius.
“Entahlah, aku sedikit ragu. Tapi aku pasti akan menanyakannya lagi, dan ini untuk yang terakhir kalinya. Jika kali ini dia tetap menolak, berarti bukan dia jodoh yang disiapkan Allah untukku. Aku akan ikhlas dan mendoakan yang terbaik untuknya.”
****
Acara reuni tahun ini memperlihatkan wajah – wajah baru. Wajah dari orang – orang yang mampu membuat teman – teman seangkatanku melepas masa lajangnya. Meski dalam keramaian, aku langsung menemukan sosok yang kucari. Kudekati sosok itu dengan tenang meski ada gemuruh yang bergejolak di hatiku.
Velia duduk anggun layaknya seorang putri dari keluarga terhormat. Hanya saja penampilannya begitu sederhana. Jilbab dan gamis berwarna biru muda yang senada itu membalut seluruh auratnya dalam kesederhanaan yang mengandung candu.
“Assalaamu’alaikum.” Sapaku pada Velia yang duduk seorang diri di meja dengan kapasitas kursi untuk enam orang.
“Wa’alaikumussalaam Warahmatullaahi Wabarakaatuh.” Jawabnya yang membalas salamku lebih lengkap.
“Vel, aku mau tanya sesuatu sama kamu. Boleh?”
“Tentu. Katakan saja.”
“Kenapa dulu kamu menolak jadi pacarku? Apa yang kamu maksud dengan ‘belum siap’?” Tanyaku hati – hati, takut membuatnya merasa risih karena membahas masa lalu.
“Kupikir dulu aku terlalu muda untuk mencintai makhluk lain selain kedua orang tuaku. Aku takut rasa cintaku pada Allah akan berkurang karena ketidak siapanku.” Katanya mantap seakan pemikiran itu tengah dirasakannya baru – baru ini.
“Lalu bagaimana dengan sekarang? Apakah kamu mau menjadi pacarku?” Tanyaku ragu namun penuh harap sementara Velia hanya menggeleng.
“Kenapa? Apakah aku tidak pantas untukmu” Tanyaku menatap langsung kedua matanya untuk mencari kebenaran dan berusaha menyembunyikan kekecewaan atas reaksinya.
“Bukan. Hanya saja aku ingin menjadi pacar bagi suamiku kelak. Bukan sembarang lelaki, namun lelaki yang halal untuk mencintai dan dicintai.”
“Kalau begitu jika aku memintamu menjadi isteriku, apakah kamu bersedia menerimaku?” Kuselipkan harapan dalam tiap kata yang baru kuucapkan.
“Tentu, asal dengan cara yang dihalalkan agama kita.” Velia mengulum senyum manisnya dan aku ikut tersenyum mendengar jawabannya.
Kurasa aku telah menemukan jodoh yang disiapkan Allah untukku. Wanita yang selalu menjaga cintanya hingga siap ia berikan pada lelaki yang meminangnya. Wanita terbaik yang akan selalu terlihat cantik bagiku.





[1] ‘pas / sesuai’ dalam bahasa jawa.
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar